Ia menyalakan lagu dari dashboard mobilnya. Tangannya yang kecil mulai memijit panel layar. Ia menoleh kebelakang dan berkata “Lagu Ambon lagi ya, kak?”. Aku tertawa sambil mengiyakan. Kuperkenalkan, Fira namanya. Saat ini ia duduk di bangku sekolah dasar. Berstatus sepupu membuat kami berada sedekat ini. Saya sedang menumpang di mobilnya untuk menuju rumah tante di bilangan Bekasi. 
Fira sangat suka dengan musik Ambon. Maklum saja, ia pernah merasakan keindahan Ambon ketika ia duduk di kelas 1 hingga kelas 4. Tak ayal, lagu Ambon berhasil ia hafal dengan baik. Saya saja hanya bisa menganga dan tertawa ketika ia dengan fasih menyanyikan beberapa lagu dari pemutar musik itu.
Saya pun tersinggung, saya yang memiliki darah Ambon langsung namun tak mengenal dengan baik bahasa daerahnya. Tapi, harap maklum, Ayah yang berdarah Ambon pun tak terlalu fasih menggunakan di dalam rumah. Otomatis, pengetahuan saya tentang bahasa Ambon terputus.
Bahasa asing seperti bahasa inggris dan jepang lebih saya gemari. Bahasa Sunda yang pernah jadi muatan lokal di sekolahku dulu tak kupelajari dengan baik. Saat itu saya berpikir, untuk apa belajar bahasa yang akan punah? Dan hasilnya? Saya selalu mendapatkan nilai merah di rapor. Bahasa Sunda menjadi momok menakutkan dalam rapor setiap semesternya. 
Kembali ke Fira, jujur saya merasa malu. Saya kurang bangga dengan bahasa daerah. Padahal jika ditelisik, saya memiliki jalur kuat untuk belajar bahasa daerah. Bahasa Padang misalnya, Datuk saya adalah seorang bangsawan di daerahnya. Bahasa Sunda harusnya bisa saya pelajari setelah 15 tahun tinggal di Bogor. Bahasa Bugis dan Bahasa Makassar sudah menjadi makanan sehari-hari di Makassar saat ini dan Bahasa Ambon karena garis darah dengan Nenek yang seorang Ambon tulen.
Beragam bahasa yang seharusnya bisa saya pelajari, namun lidah tak sanggup. Mementingkan ego untuk belajar bahasa asing, membuat saya tak peduli nasib bahasa daerah. Padahal bahasa daerah adalah sebuah sejarah, masa kini dan masa depan sebuah bangsa. Ah, saya merasa bersalah. Padahal saya sebagai anak muda seharusnya belajar bahasa daerah. 
Seperti Jepang ataupun Perancis yang bangga dengan bahasa mereka sendiri. Tidak menggunakan bahasa inggris walaupun mereka bisa menggunakannya. Mereka tidak ikut-ikutan, tapi menciptakan trend sendiri. Sehingga orang-orang seperti saya yang ingin menimba ilmu disana harus berlatih bahasa ibu mereka.
Dan dengan munculnya tulisan ini saya berjanji akan mempelajari bahasa daerah. Bahasa Daerah, siapa takut?
#dibuat ketika merasa terusik dengan nasib bahasa daerah..
Kamis, 17/01/13

Bahasa Daerah, siapa takut??

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.