Sebagai penyiar radio serabutan di Wageningen, saya membawakan tema yang membuat saya alergi “How to Deal with Depression”. Sebenarnya menurut saya tema ini agak tabu, karena saya meyakini diri saya terkena simptoms Stress. Pasti banyak yang membatin “Kok bisa-bisanya si Adlien bilang bahwa dia stress?”

Banyak orang yang mikir bahwa saya baik-baik saja. Karena saya masih bisa ketawa-ketawa dan main-main dengan blog. Tapi mereka gak tau apa yang saya rasakan. I’m not feeling good, dude..

Ciri-ciri stress

Menurut beberapa sumber ada beberapa gejala yang ditunjukkan oleh orang-orang yang menderita stress yang mengarah pada depresi.

  • Feeling sad or having a depressed mood
  • Loss of interest or pleasure in activities once enjoyed
  • Changes in appetite — weight loss or gain unrelated to dieting
  • Trouble sleeping or sleeping too much
  • Loss of energy or increased fatigue
  • Increase in purposeless physical activity (e.g., hand-wringing or pacing) or slowed movements and   speech (actions observable by others)
  • Feeling worthless or guilty
  • Difficulty thinking, concentrating or making decisions

Dari beberapa gejala diatas saya mengalami beberapa poin. Memang gak bisa dibilang bahwa saya depresi parah, tapi saya memasuki masa stress. Ada beberapa hal yang membuat saya merasakan hal tersebut. Pertama, karena saya harus re-exam ujian. Kedua, saya stress kerja dalam kelompok dan tidak paham dengan materi yang dijelaskan oleh teman-teman kelompok. Sehingga saya merasa gagal sebagai mahasiswa yang baik dan benar.. Ketiga, saya pusing cari tempat tinggal. haha.

Turunkan Ekspektasi dan Jangan Sombong

Saya datang ke Belanda dengan hati yang jumawa dan merasa bisa menyelesaikan segalanya. Pikiran-pikiran seperti “pasti bisa lah, tinggal belajar aja kan?”, “apa susahnya sih belajar dan dapat nilai yang bagus?” dan pikiran lainnya.

Setelah saya pikir-pikir, si Adlien ini anaknya sombong.. 🙁 Saya sampe pernah menuliskan sebuah blogpost tentang 8 persiapan menghindari depresi saat kuliah . Gila sih, sombong banget saya waktu itu!!

Ternyata ketika saya tiba disini dan menghabiskan masa honeymoon phase dengan Wageningen saya mulai kalut. Awalnya di periode pertama saya masih baik-baik saja. Satu mata kuliah gagal! “Masih bisa lah re-exam nanti,” pikirku kala itu. Masuk ke periode dua saya pun mengulangi kesalahan yang sama. Saya re-exam lagi!

Karena kegagalan itulah ketika masuk di period ketiga saya ngedown abis. Pikiran tentang “Saya lelah, saya bodoh dan saya tak pantas mendapatkan beasiswa” mulai merasuk dalam otak. Saya merasa bodoh banget. .

Sudah berkali-kali saya nangis di pojokan komputer di Forum dan nangis tersedu-sedu di pelukan suami. Saya bilang berkali-kali sama Arif bahwa saya gak pantas dapat beasiswa. Pikiran tentang, “Masa penerima beasiswa tapi bodoh kayak gini”, saya terus merasa gagal.

Dipanggil Study Advisor

Hingga kemarin tiba-tiba saya dapat surat panggilan dari Study Advisor. Saya bisa dideportasi jika saya tidak mencapai 30 ECTS. Langsung tsunami hidup rasanya.. Gila bener.. Baru aja datang, eh mau dideportasi. Saya pun menghadap Study Advisor dan cerita tentang masalah yang saya hadapi.

Dari pertemuan dengan Study Advisor, saya tahu bahwa saya mengalami Akulturasi Stress (Acculturative Stress)  is the psychological impact of adaptation to a new culture. There are a number of significant stressors that are likely to be pervasive, intense, and lifelong. Intinya karena perbedaan antara Indonesia dan Belanda membuat stressors semakin tinggi. Dan hasilnya? Saya sempat ngedown dan nangis berkali-kali. Saya merasa bodoh dan tidak berguna. “bisa-bisanya otak ini gak sinkron dengan apa yang saya pikirkan dan saya tuliskan,”.

Ia pun menyarankan banyak hal. Satu hal yang saya ingat “Don’t  be so hard on yourself. Saya tahu banyak international student yang merasakan hal yang sama, tapi tetaplah bahagia. Don’t forget to think about yourself. We are human,” terangnya panjang lebar.

Ia pun menanyakan apa saja yang membuat saya bahagia. Kita pun membuat peta hidup dan jadwal yang bisa saya terapkan di masa depan. Ia menyarankan saya untuk tetap menulis karena setelah saya runut, saya bisa melepaskan stress ketika menulis. haha. Karena menurutnya jika kita tidak bahagia, apapun gak akan bisa masuk di dalam otak.

Tips Preventif Agar Tak Depresi

Setelah pertemuan dengan Study Advisor dan setelah menjadi host dalam percakapan di radio yang saya bawakan tadi, ada beberapa tips dari teman-teman pendengar yang mungkin bisa diambil ibrahnya.

  1. Ceritakan masalahmu, jangan dipendam sendiri. Bagilah bebanmu dengan orang-orang terdekatmu. Jika kamu bisa, jadilah pendengar bagi teman-teman yang terlihat stress. Kalian akan berbagi rasa.
  2. Jangan expect too much dengan hidup. Let if flow.
  3. Mendekatkan diri dengan Allah SWT and do your best. Jika kita sudah berusaha, langsung serahkan semuanya pada Allah SWT. Jangan merasa bersalah dengan hasil yang kamu dapatkan.
  4. Lakukan apa yang kalian suka. Jangan tinggalkan apa yang kalian suka dan jaga ritme belajar agar bisa seimbang.
  5. Tetap semangat dan yakin bahwa ada pelajaran dari yang sedang kamu alami saat ini. .

Selain tips diatas ada beberapa highlight yang saya ambil dari Chatbox SwaraWageningen malam ini, yaitu :

Rindu : Kita lagi di rantau, jangan lupa tetap berbaik hati bantu temen meskipun cuma mendengar curhatnya meskipun kita juga punya masalah, some people have saved someone’s life without really knowing it.

Anonim : Terkadang diposisi terendah ini adalah pada saat kita gagal akan semua percobaan yang dilakukan dan merasa lupa akan tujuan sebenarnya disini.

Ilya : kadang yang bikin depresi itu karena kita expect too much. jadi klo aku, mending do the best aja, and let the rest ke Allah aja. InsyaAllah kita lebih lapang menerima segala kondisi dan berusaha lebih baik. Stay positif dengan kondisi apapun yang kita alami.

Daniel : maafkan diri sendiri dulu dan melangkah kembali

Percakapan di Radio Swara Wageningen ini membuat saya memikirkan banyak hal. salah satunya adalah kata-kata  Daniel sang narasumber membuat saya yakin bahwa kegagalan itu menjadi pelecut bagi kita untuk berbuat lebih baik lagi. Karena itu saya harus bisa mengejar ketertinggalan saya dan menghadapi re-exam kedepannya.
Stress bukan jadi penghalang untuk bisa menjadi orang yang lebih baik lagi.. Ayo, semangat dlien!!

 

ditulis di kamar 10 C Wageningen setelah siaran Swara Wageningen

23:41 CET, Sunday 21 January 2018

sambil denger lagu akustik

 

P.S : Awalnya gak pengen nulis ini karena takut banyak orang yang membatin, “Ih Adlien sok jago dapat beasiswa eh malah jelek nilainya” atau “Duh orang kayak gini harusnya gak usah dapat beasiswa,” dan pikiran-pikiran lainnya.

Tapi karena saran dari Study Advisor, dia bilang lakukan apapun yang kamu suka. Saya pun menulis ini di tengah malam setelah menyelesaikan laporan minggu kedua. Tulisan ini sebagai pengingat saya bahwa kegagalan adalah sebuah kesuksesan yang tertunda. Semangat Adlien di tahun 2018! Masa depan menanti. . cerah ataupun tidak, yang penting jalani saja dulu. Do your best in this time! Don’t think about the past. .

Cerita tentang Stress dan Re-exam di Wageningen

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

2 Responses

  1. Memotivasi banget ini Om adi tulisannya, buat yang punya niatan kuliah di LN bahwa ga semuanya manis saat dijalanin

  2. semua aktivitas pasti akan ada hikmahnya kok Mar. Kamu juga nanti akan merasakan bagaimana pahit dan manisnya kuliah di LN hehe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.