Nelayan sebagai profesi termiskin di Indonesia seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Selama beberapa bulan terakhir, saya selalu bersosialisasi dengan nelayan di berbagai daerah. Setiap daerah memiliki masalah lokal masing-masing yang menarik untuk dikaji. Keanekaragaman masalah nelayan ini sudah berlangsung sejak lama tanpa ada kesadaran dari pemerintah untuk membantu mereka. 
 
Saya disini hanya mengumpulkan fakta di daerah nelayan yang pernah saya kunjungi sejak bulan November 2013 – Januari 2014. Sekedar refleksi apa yang telah saya dapatkan dari lapangan. Siapa tau tulisan ini dibaca oleh pegawai pemerintah dan mereka bisa mendapatkan gambaran masalah yang terjadi pada nelayan. 

Bangka

Ketika datang kesini, saya baru tau bahwa nelayan di daerah ini biasa beroperasi hingga 12 hari perjalanan. Mereka didominasi oleh nelayan pendatang dari daerah lain misalnya Sulawesi Selatan. Saya bertemu dengan Bapak Ali, yang sudah menetap selama 10 tahun di Bangka. Ia keturunan warga Bone yang merantau untuk mencari penghidupan yang lebih baik. 
Ia bekerja pada salah satu juragan (pemilik modal) di daerah Bangka. Ia mengeluhkan kondisi harga jual ikan yang tidak ia ketahui. Padahal sebagai nelayan, ia merasa seharusnya ia mengetahui harga ikan di pasaran. Namun pemilik modal tidak memberikan informasi ikan. Bapak Ali baru mendapatkan harga ikan setelah 3 hari berselang. Selain itu ia merasa dirugikan karena terkadang juragan mampu mengubah harga selang beberapa menit. 
“tapi nda bisa apa-apa, karena saya hanya nelayan yang dibantu sama pemilik modal,” jawabnya sambil meringis kecil. Saat itu saya sedang melihat proses unloading muatan ikan di Pelabuhan Jelantik. Selain itu, nelayan terbiasa untuk menangkap ikan hiu dan pari. Bapak Ali menyatakan bahwa dalam sekali trip ia mampu mendapatkan 2 ekor hiu. 

Padang, Sumatera Barat

Di Padang, saya menemukan hal yang sangat menarik. Ada penjual telur penyu di dekat kantor DKP Kota Padang. Para penjaja telur penyu ini menarik perhatian, karena mereka mengambil telur penyu dalam jumlah banyak. Kemudian disimpan di dalam botol aqua ukuran 1,5 liter. Harga telurnya berkisar antara 4 – 6 ribu tergantung jenis penyu. 
Selain itu di daerah Pasaman Barat,  terkenal para masyarakatnya mengonsumsi hiu. yaitu di Pulau Panjang yang menjadikan hiu sebagai santapan eksklusif dan banyak terjadi penjualan hiu besar-besaran di daerah ini. Pasaman Barat memiliki TPI di Kecamatan Air Bangis. Selain Air Bangis ada daerah yang bernama Sasak, kedua kecamatan ini menggunakan alat tangkap purse seine dan gill net. 

Kepulauan Riau

Dekatnya Kepri dengan Singapura membuat para nelayan memilih untuk menjual ikan berkualitas paling baik. Sedangkan ikan dengan kualitas yang tidak terlalu baik dijual di pasar lokal. Hal ini dilakukan karena nilai jual ikan lebih tinggi dibandingkan dijual di Indonesia.
Selain itu, para nelayan juga menangkap ikan hiu sebagai santapan. Hal ini dibuktikan dengan adanya tempat penjualan sirip hiu di pusat oleh-oleh di Kepulauan Riau. Saya sempat bertanya dengan penjualnya, menurutnya sirip hiu dijual per gram. Jika sirip anak ikan hiu dijual per kantong plastik. Harganya bervariasi. Mulai dari 400 ribu – 1 juta rupiah. Harga yang sangat fantastis, membuat saya teringat kembali dengan hasil wawancara nelayan. Bahwa ekonomi akan mengalahkan ekologi.
A : kenapa bapak menangkap ikan hiu, padahal bapak sudah tahu itu dilarang?
B : karena ada harganya. Sirip hiu sangat laku di pasar.
A : #diam… 

Takalar, Sulawesi Selatan

Namanya Takalar, jaraknya tak terlalu jauh dengan Kota Makassar ini memiliki masalah tersendiri. Ketika saya sedang mewawancarai warga di Desa Tamasaju, Takalar, mereka mengeluhkan daerah tangkap yang sangat rancu. Alhasil di daerah ini sedang ada konflik para nelayan. Antara nelayan tradisional (Paondara’ dan Pallanra’) dengan nelayan trawl (Pa’rere). Dimana menurut nelayan yang menggunakan alat penangkap kecil, kapal trawl merusak lingkungan. Daerah tangkap Pa’rere yang dulunya jauh dari daratan, saat ini sangat dekat dari daratan sekitar 1 mil dari pantai. Karena itulah nelayan tradisional mulai menuntut, namun pemerintah tidak pernah menanggapi reaksi protes nelayan-nelayan tersebut. 
Selain itu pemberian bantuan tidak merata, menurut salah seorang ibu nelayan, ada oknum di kelurahan yang hanya memberikan bantuan kepada keluarganya. Padahal orang tersebut adalah nelayan yang menggunakan trawl, yang notabene merusak lingkungan. Hal ini harusnya menjadi perhatian pemerintah. 
Tak hanya itu saja, rumah nelayan juga tergerus oleh air pasang yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Hal ini sangat menakutkan bagi mereka. Karena ombak mengintai nyawa mereka kapanpun. 

Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan

Pernah mendengar Pulau Karanrang? Sebuah pulau yang didominasi oleh para pengebom ikan. Hal ini sudah menjadi isu yang hangat diantara nelayan, namun tidak pernah mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. 
Padahal penggunaan bom untuk menangkap ikan sangat merusak lingkungan dan perairan. Dengan menghancurkan terumbu karang, sama juga dengan menghancurkan rumah ikan. Ketika tidak ada rumah, tidak ada ikan. Namun nelayan selalu menganggap bahwa ikan hanya semakin jauh, padahal mereka tidak tahu bahwa ikan sudah mulai habis. 
Koleksi data perikanan menjadi sangat penting bagi keberlangsungan sumberdaya perikanan. Stock assesment atau pendugaan stok ikan adalah sebuah hal wajib yang dilakukan oleh setiap Pusat Pendaratan Ikan. Selain itu mendata alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. 

Lombok

Beda lagi dengan di Lombok, saya menemukan adanya keharmonisan antara pemilik modal dan  para nelayan. Namun inilah yang menjadi masalah, si nelayan sangat bergantung pada pemilik modal. Seakan-akan si nelayan ‘menyusu’ dari sang pemilik modal. Selain itu manajemen keuangan yang rendah, membuat nelayan semakin berutang pada si pemilik modal. 
Selain itu sudah mulai dikenalnya sebuah alat penangkap ikan yang baru. Mereka menyebutnya sebagai keong racun. Umpan yang membuat ikan mabuk dan mudah diambil. Belum ada penelitian mengenai dampak dari alat tangkap jenis ini. Mungkin ada yang berminat untuk menelitinya? 😀

Flores, Nusa Tenggara Timur

Ingat dengan iklan sebuah merk air minum? Nah daerah yang dikenal karena kekurangan air ini ternyata memiliki sumber daya ikan yang sangat melimpah. Sebagai salah satu daerah penghasil tuna terbaik, ternyata ia menyimpan luka. Nelayan sebagai ujung tombak terkadang membuat saya prihatin. Kehidupan mereka ada yang sangat jauh dari kategori layak. Entah hanya saya yang melihat atau pemerintah sudah memerhatikan hal ini?
Setelah berbincang dengan nelayan, ternyata pemerintah telah memberikan bantuan berupa kapal, namun tidak dapat digunakan untuk memancing. Karena butuh biaya ekstra untuk perawatan dan bensin jika ingin pergi ke laut. Akhirnya kapal tersebut hanya teronggok bahkan sudah tenggelam. Hal inilah yang saya sebut dengan mubazir. Parahnya hal ini bukan hanya terjadi di Flores, daerah lain seperti Lombok, Bone dan Kupang juga mendapatkan kejadian yang sama. Pemerintah tidak memikirkan apakah kapal akan digunakan oleh nelayan jika ukuran kapal sangat besar? Ckckckc. Kacau! Padahal proyek tersebut menghabiskan dana hingga miliaran rupiah. Namun tidak digunakan oleh nelayan dengan baik. Lebih baik uangnya digunakan untuk perbaikan infrastruktur sekolah di desa nelayan. Dasar pemerintah!! 
Oke, sekian hasil laporan saya selama 2 bulan menjelajah Indonesia dan berinteraksi dengan nelayan. Semoga kita bisa semakin mengetahui masalah nelayan di negeri tercinta. Karena nelayan adalah ujung tombak sebagai penyedia makanan bergizi di meja makan. Namun pada kenyataannya, mereka malah sering tidak makan yang cukup dan bergizi.  
untuk masa depan anak-anak Indonesia yang lebih baik!
ditulis ketika sudah muak dengan pemerintah dalam mengelola sistem perikanan di Indonesia
Kamar Kost, Wuring, Maumere, Nusa Tenggara Timur
Kamis, 30 Januari 2014, 21:33 Wita.  
 
Thanks to WWF Indonesia dan Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) yang telah menyediakan tempat untuk belajar dan bersosialisasi dengan nelayan lebih dekat. 😀

Mencari Benang Kusut Masalah Nelayan di Indonesia

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.