air terjun dan air panas di bawah kaki gunung Egon
Udara Maumere sedang menyengat akhir-akhir ini. Mungkin bisa diandaikan dengan adanya empat matahari di langit Maumere. Panas beudh. Dan seperti kejadian ketika pertama kali ke Makassar, saya yang terbiasa hidup di daerah lumayan dingin (baca : Bogor), kena penyakit kulit parah. Yaa, BIANG KERINGAT! Gatel-gatel ga jelas dan disiasati dengan bedak menthol di sekujur tubuh. Oke, itu adalah salah satu latar belakang kenapa minggu ini kami menyusun perjalanan ke sebuah air panas. 
Air panas yang belum begitu diketahui oleh banyak orang, bahkan orang-orang di Flores sendiri. Sumber air panas berasal dari Gunung Egon, jadi letaknya di salah satu bagian kaki gunung Egon. Perjalanan ini saya lakukan dengan travelfriends di kost, Mas Budi sebagai penunjuk jalan. Firman, Mas Anang dan saya hanya ikut aja. Mas Firman tidak bisa bergabung kali ini, karena ia sangat letih. Menunggu seseorang yang sedang sakit di RS, semoga cepat sembuh tan.. 
Kami berangkat dari kost sekitar jam 9 pagi, hal ini kami lakukan agar tidak sampai terlalu siang di air panas nanti. Jadi punya waktu yang lama untuk berendam. Setelah sarapan di Geliting, kami pun menyusuri jalan trans ke Larantuka. Saya selalu suka dengan barisan pepohonan padat di sisi kiri dan kanan jalan. 
 
Hingga kami pun mulai melihat gunung Egon dari kejauhan. Kami tiba di daerah Waigete, kemudian Mas Budi berbelok untuk masuk ke jalan lebih kecil. Papan penunjuk menunjukkan nama Bola. Ternyata dari jalan utama, masih dibutuhkan waktu hingga 45 menit untuk tiba di “pintu masuk” air panas. Kami sempat singgah di sebuah warung untuk meminta guide menuju air panas. 
Menurut orang-orang, air panas itu masih belum terkenal. Sehingga tidak ada perhatian pemerintah terhadap situs air panas tersebut. Jadi mereka mewanti-wanti untuk membawa seorang guide menuju ke air panas. Romanus Roy, siswa SMP kelas 2 ini menjadi guide kami. Orangnya pendiam, tak banyak bicara. Saya lebih sering memancingnya untuk berbicara. 
Dari warung tadi kami pun harus mengendarai sepeda motor lagi. Sekitar 2 kilometer dari warung menuju “pintu masuk”. Hingga kami pun tiba di Dusun Blidit, bagian dari Desa Egon. Setelah kami memarkirkan kendaraan di sebuah rumah penduduk, kami pun mulai berjalan menuju air panas. Roy yang menjadi pemandu kami. 
air dingin
Jalanan menuju air panas masih benar-benar asli. Tidak ada pintu masuk, hanya jalan setapak kecil yang menjadi acuan kami untuk berjalan. Itupun juga terkadang tersandung oleh akar-akar rumput. Saya seringkali tidak berhasil menemukan jalan setapak itu. Rumput-rumput benar-benar menghalangi mata saya. Hiks. Kita harus sangat hati-hati. Disamping kiri ada jurang yang lumayan panjang. Kalau tidak waspada, bisa-bisa kita masuk dan bersatu dengan jurang. Hahah. 
Setelah dua puluh menit berjalan, saya mulai mendengar suara gemuruh air. Seperti air terjun. Ternyata menurut Roy, ada dua potensi wisata disini. Ada sumber air panas dan air terjun tiga tingkat. Kedua-duanya punya daya tarik tersendiri. Namun kami lebih memilih untuk pergi ke air panas terlebih dahulu. 
Kami pun menuruni bukit terjal dengan hati-hati. Setelah itu kita disuguhkan oleh pemandangan air terjun kecil yang berundak-undak. Terbuat dari bebatuan kapur, membuat air terjun berwarna kehijau-hijauan. Karena sangat jernih! Awesome! 😀 Kami menyusuri air terjun berundak-undak selama 20 menit dan kami pun tiba di sumber air panas. Keren banget. 
Rasa-rasanya perjalanan ekstrem tadi terbayar tuntas, lunas dengan pemandangan yang disuguhkan di situs air panas ini. Di sebelah kolam air panas, ada air terjun kecil berundak yang sangat indah. Sehingga ada sebuah titik pertemuan antara air panas dan air dingin dari gunung. Tidak banyak orang yang datang ke tempat ini, padahal disini bisa menjadi tempat rekreasi yang menyegarkan. Tapi melihat kecil kolam air panas ini, mungkin sekitar 5 orang saja yang bisa berendam di dalamnya. Jadi kalau terlalu ramai, tempat ini jadi tidak menarik. Hehehe. 
air panas
Rasa-rasanya tempat sekeren ini milik kita berlima. Saya terus-terusan berendam di kolam air panas, setelah itu berendam di air terjun. Mendapatkan pijatan (message) dari kucuran alami air terjun. Ah, keren sekali. Saya mengulangi hal ini terus menerus. Air panas, air dingin, air panas, air dingin. Tubuh rasanya segar sekali! Air panas dari gunung Egon ini mengandung sedikit belerang, sehingga bisa membantu tubuh untuk menyembuhkan penyakit kulit. Seperti biang keringat yang lagi saya alami. 
Selain air panas dan air terjun yang bersebelahan, hutan yang masih hijau pun menjadi sebuah daya tarik yang sangat menawan. Sambil berendam, kita melihat ke langit dan mendengar cuitan burung-burung hutan. Bukan hanya burung, terkadang masih ada monyet yang berteriak-teriak dari jauh. Suggeee. 😀
Kami menghabiskan waktu sekitar 3 jam disini, kemudian kami pun pulang. Melewati tebing curam untuk kembali ke tempat parkir. Walau begitu, rasa-rasanya perjalanan ini sepadan dengan yang kami dapat di air panas Blidit. Semoga kami bisa kesana lagi. 😀

#Let’s explore Indonesia
Ditulis di kamar kost
14 April 2014, 10:50 Wita
Ditulis ketika masih merasakan sensasi pijatan alami air terjun dan hangat ruam-ruam kuku di kolam air panas. 😀

Menikmati Sensasi Air Panas dan Air Terjun Blidit

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.