Menikmati Tulehu, lebih baik datang ketika Hari Perayaan Idul Adha. Kali ini saya berkesempatan mengunjungi sebuah festival adat di Negeri Tulehu, sebuah desa adat di Ambon.  Desa adat yang masuk dalam Kecamatan Salahutu. Negeri yang dikenal sebagai negeri yang punya tiga sumber air, yaitu air panas, air dingin (tawar) dan air asin. Sebuah anugerah…
tarian Sawamena, tarian pembuka
Namanya Perayaan Idul Adha dan Abda’u. Sebuah upacara turun temurun yang sudah dilakukan sejak tahun 1600-an. Sebuah perayaan yang selalu dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah setiap tahun islam. Perayaan yang terbentuk setelah Negeri Tulehu jadi daerah otonom. Lalu lama kelamaan ada perubahan mendasar pada tahun 1800-an, sebuah perayaan yang sebagai bentuk visualisasi kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Terus diperkaya setelah zaman kemerdekaan. 
Dengan tema “Adat adalah Adab, mari jaga dalam lestarikan budaya lokal sebagai paradigma adat bagi negeri dan bangsa”, perayaan ini dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2013. Jadi ada 6 upacara yang selalu dilakukan setiap tahun, Abda’u, Tari Pattimura, Bambu Gila, Nabi Ibrahim as, dan Tarian Saumena. 
Diawali dengan tarian Sawat, atau tari penyambutan bagi Raja Tulehu dan para petinggi pemerintahan. Tarian dilakukan oleh para pemuda-pemudi Tulehu yang selalu dilakukan pada upacara adat dan penyambutan. 
Kemudian Hadrat atau sebuah atraksi dinamis sekelompok pemuda menabuh gendang dan melantunkan dzikir kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyebarkan agama Islam. Kemudian disusul dengan Haul Qurban atau sebuah teatrikal penyembelihan hewan qurban. Ada ka’bah yang diarak dan juga ibu-ibu memanggul hewan qurban. Menurut MC, kegiatan ini untuk menolak bala, memohon rahmat bagi Negeri Tulehu. Jadi nanti hewan qurbannya akan disembelih di atas masjid raya Tulehu. 
Lalu sebuah seremoni yang paling CHAOS!! Namanya Abda’u. Sebuah prosesi turun temurun sebagai implementasi peristiwa dalam sejarah pengembangan Islam di Tulehu. Selian itu melestarikan nilai sejarah masuknya Islam di Uli Solemata. Dan juga mengapresiasi kesenangan pemuda Anshar ketika Islam masuk. 
Tapi prosesi ini paling mengerikan. Karena pemuda Tulehu seperti menyerang bendera hijau bertuliskan kalimat syahadat. Huaaaaaa.. mengerikan! Semua orang menerjang bendera dan aksi baku pukul dan tendangan tak terelakkan. 
Bambu gila
Kemudian yang paling gue suka adalah prosesi Bambu Gila, jadi bambunya digerakkan sama seorang pawang. Bambu dipegang oleh 10 orang dan ajaibnya, bambu itu bergerak-gerak sesuai yang disuruhkan oleh si pawang. Bambu yang bergerak tak terkendali itulah seninya. Walaupun sudah 10 orang yang pegang, tapi bambu itu tetap menggila.. 😀

Tarian Pattimura, sebuah tarian yang mnurut gue terkesan mistis. Sebuah tarian yang menceritakan “kapata-kapata” perjuangan melawan penjajah. Kapata itu semacam kalimat-kalimat perjuangan yang diceritakan turun temurun. Kenapa saya katakan mistis, karena pada saat upacara para penari seperti kemasukan jin atau apapun namanya dan meraung-raung serta banyak penonton yang menangis. Saya pun penasaran dan menurut orang disebelahku, kapata bercerita masa lalu ketika melawan penjajah dan cerita kelam pada saat itu. 🙁


Tak terasa waktu sangat cepat, jam sudah menunjukkan pukul 17.30 WIT, saya dan Hafid pun harus kembali ke Ambon. Karena perjalanan dari Tulehu ke Ambon sekitar 30 menit. 😀
Sebuah cerita yang tak akan pernah terlupakan..

Mungkin sudah waktunya membuka luka dan lihat siapa yang berdarah

Menikmati Tulehu, Negeri Tiga Sumber Air

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.