“Dlien, ayo temenin mbah ke pasar”

Dan itu adalah salah satu kalimat favorit dari mbah ke Adlien, mbah. Setiap kali ada waktu aku nginep ke rumah mbah, itu adalah kata yang selalu mbah katakan. Pergi ke pasar yang terletak tak jauh dari rumah Mbah, menjadi rutinitas yang Adlien rindukan, Mbah.

Adlien masih ingat ketika mbah menolak pergi dengan yang lain, hanya Adlien kalau Adlien lagi menginap di rumah Mbah. Pasti Mbah akan meminta Adlien membawa kantong belanja yang terbuat dari anyaman dan plastik. “Biar gak usah banyak bawa plastik dan hemat plastik,” begitu ujarmu, Mbah.

Dan pagi jam 9, kita berjalan berdua menuju jalan kecil ke arah pasar. Setelah sebelumnya Mbah memastikan telah memberikan kopi kepada bapak-bapak pembersih sampah yang lewat di rumah Dahlia. Rutinitas yang tak pernah engkau lupa. Tapi akhir-akhir ini bapak pembersih sampahnya berganti dan gak suka minum kopi.

Sepanjang perjalanan Adlien selalu menggoda Mbah. “Dulu Mbah ketemu sama Mbah Kakung gimana ceritanya? Mbah kok bisa suka sih sama Mbah Kakung?,” tanyaku bertubi-tubi. Dan pasti Mbah hanya tersenyum dan bilang “Mbah Kakung yang diberikan Allah SWT saat itu, walaupun banyak yang antri ke Bapak Mbah untuk meminang Mbah, entah Mbah memilih Mbah Kakung saat itu. Jika kalian melihat foto Mbah Rayi masih muda, kalian pun akan terpana dengan kecantikan dan keayuan seorang wanita Jawa. Sayangnya gak nurun ke aku hehe.

Mbah Rayi dengan keayuannya..
Yang selalu saya perhatikan, mbah. Mbah pasti akan bertemu seseorang di pasar. Entah itu bapak-bapak atau ibu-ibu yang tak pernah Adlien kenal sebelumnya. Mbah selalu tersenyum. Bahkan kepada tukang becak, Mbah sangat terkenal. “Dlien, selalu berbuat baik sama orang ya. Dulu Mbah Kakung mu selalu bantu orang, alhamdulillah anak-anaknya jadi anak baik semua. Kamu harus kayak gitu yaa.. ” ujarnya berkali-kali kepada Adlien. Nggih Mbah, insya Allah akan Adlien terapkan dan Adlien ajarkan kepada anak cucu Mbah.

Perjalanan Mbah Rayi di pasar selalu dimulai di bagian luar pasar. Beliau selalu mencari tukang jualan yang sudah beliau kenal. Dan belanjanya gak tanggung-tanggung. Bisa sampai berkilo-kilo sayur. Saya selalu olahraga tangan kalau belanja sama Mbah Rayi. Sayur dan buah biasanya dititip terlebih dahulu. Tapi Adlien bahagia bisa olahraga dan menyenangkan hati Mbah.

Kemudian perjalanan di pasar akan berlanjut ke tukang beras. Mbah Rayi akan beli beras dan kemudian dititip. Cara memilih berasnya yang tidak ada kutunya. “Memberi makan keluarga harus beras terbaik,” katanya. Dan beras dititip di penjualnya lagi.

Kami kemudian masuk ke dalam bagian dalam pasar. Saya selalu ingat jalur yang Mbah Rayi tempuh. Pergi ke penjual tahu dan tempe. Kadang Mbah Rayi membeli tauge segar di kios itu. Di depan kios ada penjual sayur dan bumbu dapur. Mbah Rayi selalu menggunakan bahasa Jawa saat transaksi. Saya seringkali diam saat Mbah menggunakan bahasa Jawa bersama penjual. Saya hanya menangkap transaksi seperti “telu, papat, genep, limongatus,” . Dan saya totally amazed dengan percakapan mereka. Sedih rasanya hanya tau beberapa penggal kata dalam bahasa Jawa, seharusnya saya belajar kromo inggil sama Mbah Rayi. Nanti ajarin Adlien bahasa Jawa ya Mbah.

Setelah itu perjalanan berlanjut ke kios ayam. Mbah selalu membeli ayam jika sedang ada acara sesuatu. “Satu ayam utuh, dipotong kecil jadi 16,” itu pasti permintaannya. Setelah ayam sudah ditangan, kami pun melanjutkan ke tukang kelapa. Mbah selalu membuat persediaan santan di rumah. Karena banyak sekali anggota rumah di Rumah Dahlia dan saya paling suka makan disana. Hehe. 🙂

Dan perjalanan belanja di pasar biasanya akan berakhir di kios cenil. Dulunya kios ini dimiliki oleh seorang simbah. Cenil yang ia jual selalu enak. Kenyal-kenyal manis. Sejak dulu, membeli cenil adalah bagian favorit ketika menemani mbah ke pasar. Cenil dicampur dengan parutan kelapa muda ditaburi gula pasir. Harganya dulu masih 500, kemudian naik hingga sekarang sudah mencapai 2000 per bungkus. Entah dengan naiknya dollar berapa ya harga cenil sekarang? Nanti kalau Adlien pulang, Mbah beliin cenil lagi yaa..

Adlien memang tukang jajan ya Mbah. Sehabis beli cenil, kadang Adlien masih minta kue dorayaki yang jual di dekat tukang kelapa. Tapi Mbah seringkali menolak dan menawarkan jajanan yang lebih besar dan bisa dibagi-bagi sama adik-adik. Kita akan menuju kios yang menjual kue kering. Dan seperti biasa Mbah pasti akan beli hingga berkilo-kilo. “Banyak tamu yang datang ke rumah, harus ada yang disuguhkan,” itu pasti jawaban yang Mbah kasih ke Adlien. Dan itu yang selalu Adlien ingat. Bahwa berbagi bisa juga dengan hal-hal kecil, kue kering di rumah saat ada yang silaturahmi, misalnya. 🙂

Mbah, kegiatan kecil kita ini selalu akan Adlien kenang. Dan semoga Mbah sehat selalu, jadi nanti kita bisa jalan-jalan ke pasar lagi bareng-bareng ya Mbah. Tunggu Adlien pulang ya Mbah. Adlien sayang sama Mbah.. 

ditulis di Bennekom

12:47 CEST Wednesday, 5 September 2018

sambil memohon doa agar Mbah Rayi diberikan kesehatan kembali. Aamin ya rabbal alamin..

Pagi di Pasar Bersama Mbah Rayi

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Trending posts

No posts found

Subscribe

Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.