Am I wrong for thinking out the box from where I stay?
Am I wrong for thinking that we could be something for real?
Am I wrong for trying to reach the things that I can’t see?
          Am I Wrong by Nico and Vinz

Lirik lagu dari Nico and Vinz seakan menjadi mantra penguat perjalanan kali ini. Semua orang mengatakan hal yang sama, mengenai ketidakmungkinan saya bisa mencapai tempat itu dengan bersepeda. Atau ada yang mengatakan bahwa bisa saja menuju tempat tersebut, namun harus extra capek dan extra hati-hati. Saya pun merasa tertantang, kenapa semua orang mengatakan tidak mungkin dan lain sebagainya.

Akhirnya saya pun memberanikan diri untuk menantang diri saya sendiri dan Kak Roy, senior saya dan punya hobby yang sama, bersepeda. Hari itu, Minggu pagi tanggal 14 September 2014, jam tangan menunjukkan pukul 06.30 Wit, saya sudah siap dengan seragam sepeda saya. Baju gombrang, celana batik panjang dan kerudung putih. Sayangnya saya belum punya helm sepeda untuk melengkapi outfit saya kali ini.

Saya mendatangi rumah mess  Kak Roy, dia belum bangun. Ckckc. #pencemarannamabaik 😛 Saya pun melakukan pemanasan, track kali ini tidak main-main. Sekitar 35 kilometer untuk mencapai Hena Hukurilla atau Desa Hukurilla. Saya tidak punya gambaran apa-apa tentang Desa Hukurilla ini. Dalam pikiran saya cuman satu, “Pergi ke Hukurilla!”.

Di dalam perjalanan menuju Passo, kami bertemu dengan Pak Iwan, anggota TNI yang bertugas di Ambon. Dia meminta izin untuk ikut bergabung dengan petualangan kami. Genap bertiga, kami pun mulai memasuki daerah tanjakan di Passo. Saya mulai berprasangka, “jangan-jangan perjalanan menuju Hukurilla akan seperti ini terus?”. Dan pertanyaan saya terbukti 30 menit kemudian.

Jalanan yang naik turun saya temukan pada track kali ini. Berkali-kali saya teriak-teriak ketika sepeda mulai meluncur cepat melewati jalanan turun. “WAAAAAAAAAA!!”. Berkali-kali pula saya selalu menekan rem tangan yang membuat bunyi berdecit. Turunan di track ini memiliki kemiringan sekitar 45 derajat. Lumayan curam dan mampu membuat seseorang terjatuh jika dia tidak expert (Ehmm…).

Kami belum tiba juga di Hukurilla, masih jauh ternyata. Saya beberapa kali bertanya kepada penduduk desa yang kami lewati, jawabannya selalu sama. “Hukurilla masih jauh lagi,”. Kami bertiga saling menyemangati satu sama lain. Terkadang kami berhenti di tempat-tempat menarik untuk sekedar bersantai. Tak lupa kami juga mengambil gambar sebagai oleh-oleh bahwa kami pernah ke tempat itu dengan bersepeda.

Saya juga menemukan keluarga kecil yang memiliki tiga anak kembar. Bayangkan! Tiga sekaligus dengan muka yang mirip. Duh, mau sekali punya anak kembar seperti ini. Tapi rasa-rasanya gen ku tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan tiga kembar sekaligus. 😀 Perjalanan masih panjang, kami terus mengayuh sepeda dan tiba di Desa Hutumuri. Saya sudah senang bukan kepalang, karena dalam pikiran saya, Desa Hukurilla pasti sudah dekat. Dugaan saya meleset, Desa Hukurilla masih harus ditempuh 45 menit dengan motor. Saya pun mengkalkulasikan dengan naik sepeda, jadi paling tidak kita akan menempuh perjalanan sekitar 1 jam. Namun ternyata perjalanan tidak semulus apa yang kita kira. Perjalanan dari Desa Hutumuri ke Desa Hukurilla ternyata sangat terjal dan jalanannya berada di bibir tebing. What a splendid day!! Saya benar-benar terpukau dengan keindahan di pinggir tebing, tapi sayangnya saya sudah kehabisan energi untuk mendapatkan foto yang baik. Hahahah.

Orang-orang menyemangati kami bertiga, karena menurut mereka tidak pernah ada ORANG GILA yang mau naik sepeda menuju Hukurilla. Secara resmi kami bertiga masuk dalam DOG atau akronim dari Daftar Orang Gila. 😀 Perjalanan masih harus dilanjutkan, saya terus-terusan berteriak “Hena Hukurilla, Hena Hukurilla, Hena Hukurilla!” seperti orang kerasukan. Antara lelah dan tetap bersemangat, jadinya suara saya terkesan seperti robot yang kurang aki. Hahah. Benar-benar gokil! Mereka berdua tertawa-tawa melihat tingkah saya yang seperti orang kerasukan.

Akhirnya, jam tangan menunjukkan pukul 11.00, kami bertiga tiba di pintu masuk Hena Hukurilla. Alhamdulillah. Senang banget!! Ketika kami memasuki desa, orang-orang mulai keluar dari gereja. Kami pun singgah untuk membeli gorengan dan minuman. Setelah tiba, saya pun bingung, sudah sejauh ini mengayuh sepeda dan sekarang saya tiba-tiba merasa terjebak di desa ini. Pertanyaannya kemudian adalah “Bagaimana caranya pulang?? “ Hahaha. Tolol banget rasanya nanya pertanyaan itu. 😀

Setelah puas istirahat, kami pun melanjutkan perjalanan. Kami mencoba track yang berbeda dari jalan tadi pagi. Namun ternyata perjalanan pulang ini lebih gila lagi. Tracknya lebih kacau dan lebih menegangkan. Serasa naik gunung namun dengan sepeda. Harusnya lebih menyenangkan, namun karena sepeda kesayangan adalah jenis city bike yang tidak cocok digunakan untuk mendaki namun dipaksa. Hahaha.


Sepanjang perjalanan pulang, saya menemukan tumbuhan pemakan serangga. Menurut buku yang saya baca, Kantong Semar merupakan tumbuhan dataran tinggi. Pantas saja jalanan tadi naikkkkkkkk terus, saya beberapa kali dorong sepeda. Haha. Pada saat dorong sepeda, lagu Nico and Vinz jadi penyemangat saya. Ayoo, dlien, semangat! Pikiran tentang kehidupan timbul tenggelam dalam otak. Terkadang semangat dan kadang rasa putus asa. Seperti ada dua orang yang bicara di kepala.

“Lo sih sok tau, makanya jangan sok-sok kuat deh, rasa kan akibatnya? Capek kan?” — Adlien versi Putus Asa

“Jangan nyerah dlien, ini belum seberapa, dalam kehidupan akan lebih banyak tantangan yang akan kamu hadapi nanti,” — Adlien versi Baik

Percakapan tersebut selalu terngiang di kepala dalam perjalanan pulang. Rasanya pengen punya helikopter untuk jemput saya sekarang juga. Pak Iwan sudah menawari kami, jika ingin menyerah ia akan memanggil ambulans TNI untuk menjemput kami. Hahaha. Sedikit demi sedikit kami kayuh sepeda, hingga akhirnya kami bisa melihat pemandangan Kota Ambon dari kejauhan.

Setelah 8 jam mengayuh, kamipun tiba di daerah Batu Meja, #sujud syukur. Sudah semakin dekat dengan Kota Ambon. Aaaaaaaaa. Senangnya, apalagi ada turunan yang sangat curam. Sampai kampas rem kak Roy nyaris habis. Ketika tiba di jalanan menurun belakang Polda Maluku, saya terus menerus tersenyum dan tertawa. Akhirnya saya bisa menyelesaikan tantangan yang saya buat! Jam tangan menunjukkan pukul 15.40 Wit, kami langsung mencari makan siang dan bercerita mengenai perjalanan hari ini.

What a crazy day! Benar-benar petualangan yang gila. Saya tidak akan pernah melupakan hari ini. Pelajaran yang bisa saya petik hari ini adalah “Niat memang benar-benar kuat! Jadi perbaiki niatmu dalam mengerjakan sesuatu”. Saya yakin, jika sudah berniat dan diiringi dengan usaha keras, apapun pasti bisa diraih. Bismillah. 😀

Ditulis di Kantor Harta Samudra sambil latihan TOEFL (lagi berusaha bisa tembus angka 600) 😀

Jumat, 24 Oktober 2014, 15.30 Wit

Perjalanan Bersepeda 8 Jam sebagai Pembuktian Kekuatan Niat

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.