Yes, berhasil kayang tidak sempurna! 😀

Setelah berkutat dengan penat selama sepekan, akhirnya saya dan teman-teman MDPI menikmati waktu liburan. Ambon diguyur hujan selama sepekan, dan kami berharap sepanjang jalan agar hujan tak menyapa di Sabtu ini. Perjalanan dimulai dengan penjemputan Bang Nanda, Bang Wildan dan Mbak Steph di hotel. Setelah itu Pak Edo, selaku driver dari kantor Harta Samudera yang akan menemani kami. Mendung menggayut di langit Kota Ambon, tapi ketika sudah memasuki daerah Halong, terik mentari menyapa kami. #alhamdulillah
berlima disini, seperti pulau pribadi. 😀

Setelah berdiskusi kemarin, kami memutuskan tujuan pagi ini adalah Asilulu. Sebuah kecamatan yang terletak di utara Pulau Ambon. Ada Kak Ma’ruf disana yang akan mengantar kami ke Pulau Dua. Ia adalah rekan kerja yang merangkap sebagai senior kelautan Unhas. Hehe. 

Sepanjang perjalanan saya hanya melihat kanan dan kiri jalan. Menuju Asilulu kita akan melewati beberapa desa pesisir. Di pinggir jalan kita akan menemukan masyarakat sedang menjemur cengkeh. Tak heran jika VOC membangun benteng disini, karena salah satu lokasi penghasil cengkeh adalah di Pulau Ambon. Karena itu sebelum menuju Asilulu kita menyempatkan singgah untuk mempelajari sejarah. Kita mengunjungi Benteng Amsterdam di daerah Hila, Kecamatan Leihitu. 
Benteng Amsterdam merupakan sebuah benteng yang dibangun di pesisir Utara Pulau Ambon. Diprakarsai oleh Gubernur De Vlaming pada tahun 1648 yang dijadikan basis militer dan pusat administrasi VOC pada masanya. Saat ini kita masih bisa melihat benteng Amsterdam secara utuh walaupun tidak ada isi di dalam benteng. Kelelewar dan burung merpati menjadikan benteng ini sebagai tempat pertahanan diri dari manusia. Karena banyak kotoran hewan di dalam benteng, menambah suasana mistis. #ganyambung
Puas mengambil gambar dan membayangkan keadaan ketika VOC berkuasa disini, kami pun kembali ke mobil untuk melanjutkan perjalanan ke Asilulu. Sekedar tambahan informasi, setelah kerusuhan di tahun 1999-2000an, Pulau Ambon memiliki tata kota yang sangat berbeda dari daerah lain di Indonesia. Disini pemerintah kota  membedakan daerah dan wilayah tinggal bagi pemeluk agama Islam dan agama Kristen. Jadi setiap desa memiliki mayoritas agama di desa tersebut. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan terulangnya kembali luka lama akibat perbedaan agama. 
Nah, minggu lalu ada kerusuhan, tapi bukan atas nama agama. Melainkan kesalahpahaman antara kampung yang menyebabkan korban jiwa. Puing-puing rumah terbakar masih terlihat di sisi jalan. Sedih rasanya melihat hal ini terjadi di Indonesia. Kerukunan antar kampung harusnya masih bisa dijaga. 

Selain itu kita juga melewati Negeri Lima yang pernah dilanda banjir bandang pada tahun 2013 lalu. Bendungan alam di atas gunung pecah dan akhirnya menyapu kawasan penduduk di bawahnya. Saat ini belum ada penduduk yang berani membangun rumah yang pernah diterjang banjir bandang. Penduduk tinggal di kemah-kemah darurat di daerah yang lebih jauh daripada lokasi banjir bandang. Sedih rasanya membayangkan tinggal di kemah darurat selama berbulan-bulan. 🙁
Akhirnya siang hari kami pun tiba di Asilulu. Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari Kota Ambon. Langit masih terlihat cerah dan bersemangat. Setelah makan siang, kami pun langsung memutuskan untuk berangkat ke Pulau Dua. Sebenarnya ada tiga pulau yang berdekatan dari Asilulu, pulau tersebut dinamakan d
engan angka sesuai urutan jarak dari darat. Pulau Satu yang terdekat dan dihuni oleh manusia, Pulau Dua yang tidak berpenghuni dan Pulau Tiga yang terjauh serta berpenghuni. 
Kami diantar oleh bodi  (sebutan kapal nelayan di Pulau Ambon) seorang nelayan bernama Pak Bom. Untungnya ombak sedang bersahabat sehingga perjalanan ditempuh dalam waktu yang sangat singkat. Sekitar 10 menit dan kami pun tiba di Pulau Dua. Tak butuh waktu lama bagi saya untuk menceburkan diri ke air. Bagaimana tidak, air yang masih sangat jernih dan ikan yang berwarna-warni dekat di kaki saya. Membuat mata tak jemu memandang keindahan bawah laut yang disuguhkan oleh Pulau Dua. Selain itu gugusan terumbu karang yang masih sehat juga menjadi keindahan di pulau ini. Didominasi oleh karang keras dan beberapa karang lunak, membuat ikan-ikan kecil berkoloni disana.
Berlima rasa-rasanya membuat kami memiliki Pulau Dua ini. Karena tidak ada orang lain yang menggangu kehadiran kami disini. Puas snorkeling, berenang dan kayang, saya pun mengigil kedinginan. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 Wita, kami pun dijemput oleh Pak Bom untuk menuju Asilulu. Setelah sekian lama akhirnya saya mendapatkan tempat untuk menghabiskan waktu liburan. Pulau Dua, tunggu saya kembali… 
Ditulis di kamar mess Harta Samudera sambil menikmati Minggu dan Hari Kemerdekaan Indonesia ke 69
Minggu, 17 Agustus 2014, 2:42 PM

Berlima di Pulau Dua

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.