#Tulisan ini sekedar refleksi dari diskusi dengan seorang Om Fernandes ketika di dalam kapal Pelni Umsini. Jangan tersinggung ya orang Jawa dan Bali! hehehe.
Peta Buta! |
Perjalanan kembali dari Makassar ke Maumere benar-benar saya lakukan sendirian. Saya berkenalan dengan salah seorang penumpang, namanya Ruben. Tapi malah lebih akrab dengan ayahnya, Om Fernandes yang seorang pegawai Keuangan di Larantuka. Ia dalam perjalan pulang setelah mengunjungi acara wisuda anaknya di Malang. Singkat cerita, om Fernandes tiba-tiba merasa geram dengan pertanyaan orang-orang yang tinggal di dekat rumah anaknya (notabene orang Jawa) mengenai daerah tempat tinggalnya.
“Dimana itu Larantuka?” “Dimana itu Flores?” “Di Papua ya?”
Oh no! Saya pun tertawa keras tanpa bisa saya tahan, karena saya pun sering ditanya hal demikian. Ketika menjelaskan bahwa saya kerja di Maumere, semua orang mengira bahwa saya sudah ada di Papua. Mereka seringkali tertukar antara Maumere dan Merauke. Belum lagi salah tukar daerah lain, misalnya Tanjung Pinang dan Pangkal Pinang. Masih banyak daerah yang sering tertukar lokasinya.
Om Fernandes memperlihatkan kekesalannya, kenapa peta buta tidak diajarkan di sekolah-sekolah Jawa. Padahal menurutnya, orang-orang di Flores sangat paham mengenai Jawa. “Kota-kota kecil di Jawa kami sudah hafal. Ketika masa Orde Baru, guru kami memaksa untuk menghafal bagian-bagian dari Pulau Jawa. Padahal belum tentu orang-orang Jawa tau mengenai daerah kami,” ujarnya.
Saya pun menampik, pada saat saya SD (tahun 1998-1999), saya selalu disuruh menghafal lokasi kota-kota di Indonesia. Siapa yang masih ingat dengan Pelajaran Peta Buta? Pelajaran yang paling saya sukai ketika kelas 4 SD. Peta yang tidak ada mencantumkan nama daerahnya, kemudian kita diwajibkan menghafal kota tersebut. Lokasi daerah-daerah jadi ada di luar kepala. Saya jadi paham bahwa Indonesia bukan hanya Jawa. Karena daerah-daerah lain juga harus kami hafal. Tapi memang saya akui, bahwa porsi pengenalan daerah Jawa lebih besar dibandingkan daerah lain.
Om Fernandes merasa bahwa Indonesia bukan hanya Jawa saja. Namun patron orang-orang Indonesia, bahwa Jawa adalah tempat mencari nafkah dan pusat peradaban. Karena itu sangat sulit untuk mendapatkan daerah lain yang berkembang selain di daerah Jawa. Coba saja tengok, daerah-daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling besar, notabene semuanya ada di Jawa. Padahal daerah lain juga punya potensi yang sama. Namun karena patron masyarakat kita sudah terlalu berkiblat pada Jawa, sehingga ada pesimistis untuk bisa menyaingi daerah Jawa. Sehingga pembangunan tersendat-sendat.
Oke lah jika pembangunan saat ini mulai diratakan dengan adanya otonomi daerah, tapi toh tetap saja ada ketimpangan antara daerah Jawa dan di daerah lainnya. Kita tidak bisa menutup mata bahwa kemajuan di daerah-daerah timur seperti Maumere, Larantuka, Merauke, membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun untuk menyaingi keramaian di Jawa. Padahal di tempat-tempat tersebut terdapat keindahan alam yang mampu diolah menjadi sumber pendapatan daerah.
Kembali ke pembicaraan awal, kita seharusnya lebih mengenal Indonesia. Agar semua tahu bahwa Indonesia bukan berbicara mengenai Jawa atau Bali. Pengenalan daerah ini bukan hanya agar membuka mata orang agar mengenal daerah lain, namun lebih kepada menanamkan rasa cinta kepada kesatuan Indonesia. Karena itu saya punya keinginan kuat untuk terus menjelajah Indonesia dan menuliskannya. Agar semua orang ikut “tertular” untuk mengenal Indonesia lebih baik.
Ayo, #let’s explore Indonesia
ditulis di Perpustakaan Daerah Sikka
Sabtu, 17 Mei 2014 1:04 PM