Jakarta Good Guide menyelenggarakan tour city walk yang titik kumpulnya di Taman Suropati. Setiap bulannya, komunitas ini mengadakan tour city walk seperti ini. Menurut Mas Guide, bulan depan akan diadakan di Bogor. So stay tune di akun instagram @Jktgoodguide
Saya dan beberapa warga Jakarta lainnya yang merasa belum mengenal Jakarta, mengikuti acara ini. Banyak dari peserta tur selalu melewati Taman Suropati, Menteng namun tidak mengetahui sejarah dari taman yang dibangun sejak tahun 1916 sebagai tempat istirahat para meneer Belanda. Taman ini merupakan pelengkap dari perumahan elite para meneer Belanda di Menteng. Menurut Mas Guide, daerah Menteng digunakan sebagai lokasi perumahan para pejabat Belanda jaman dulu. Sedangkan kawasan Kota Tua digunakan sebagai lokasi perkantoran.
Saat ini Taman Suropati sering digunakan sebagai tempat kumpul. Setiap hari minggu pagi, kita bisa melihat jejeran penjaja makanan. Sebuah air mancur menambah keindahan taman ini, ditambah lagi pahatan dari berbagai negara ASEAN juga ada disini. Patung dari Thailand, Myanmar, Singapura, dan beberapa negara lainnya ada disini sebagai bentuk persahabatan.
sepeda-ers di Taman Suropati
ada ayam di ujungnya. lihat gak?
Kami diajak untuk melihat Gereja Tua GPIB Jemaat Paulus, sebuah gereja sejak jaman kolonial Belanda. Konsepnya yang megah dan memiliki ventilasi besar dapat dilihat dari segi arsitektur bangunan ini. Ada ayam yang bertengger di puncak atap. Menurut Mas Guide, ayam ini merepresentasikan kisah Yesus di dalam injil. Ketika ada seorang anak muridnya yang berkhianat, ayam berkokok dan dari situlah ayam dianggap sebagai hewan penyelamat. Karena itulah saya seringkali melihat patung ayam di atas atap gereja lama.
Perjalanan pun dilanjutkan menuju Museum Perumusan Naskah Proklamasi, tepat di sebelah gereja tersebut. Gedung yang dibangun pada tahun 1920-an memiliki gaya arsitektur Eropa. Kemudian pada masa pendudukan Jepang, gedung ini digunakan sebagai tempat kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda. Masih ingat dengan nama tersebut? Ya, beliau adalah, salah satu aktor penting dalam perumusan naskah proklamasi bangsa Indonesia.
kursi penerima tamu di rumah kediaman Maeda
nulis naskah proklamasi
Naskah asli proklamasi
diorama Pak Sayuti Melik sedang mengetik
Disinilah bapak bangsa, Soekarno dan Drs. Moh Hatta dibawa setelah dari Rengasdengklok yang kemudian membicarakan mengenai kemerdekaan Indonesia. Sekitar 29 orang hadir dalam rapat tertutup tersebut. sebuah ruang tamu dengan empat kursi menjadi saksi bisu kehadiran dua orang bersejarah. Kemudian diorama pembuatan naskah proklamasi juga bisa kita saksikan. Serta poster bergambar teks naskah proklamasi yang asli. Masih ingat Sayuti Melik? Seseorang yang berjasa untuk mengetikkan naskah proklamasi yang kemudian dibacakan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dengan adanya diorama di museum ini, saya seolah-olah melihat secara langsung kejadian malam itu. Saya membayangkan dimana Soekarno duduk ketika naskah proklamasi diketik. Apakah ia sedang meminum kopi? Bagaimana perasaan semua orang pada saat itu? Apakah kemerdekaan akan berhasil kita miliki jika orang-orang ini tidak b
erani mengambil keputusan? Ah terlalu banyak pikiran yang berkelebat saat itu. Doa saya yang terakhir, semoga arwah mereka dimasukkan di dalam surga. Al Fatihah..
 
lokasi sekolah Barry
plakat sekolah Barry
Perjalananpun dilanjutkan kembali. Mas Guide mengajak kami untuk melihat lokasi Presiden Amerika Serikat, Barack Husein Obama bersekolah. Sekolah ini tertutup dan kami bisa melihat patung Obama dan sebuah plakat di depan gerbang yang menunjukkan bahwa ini adalah lokasi masa kecil Barry (panggilan Obama ketika SD). Pintu gerbang sekolah ditutup, sehingga kami tidak bisa melihat isi sekolah ini.
Segera setelahnya kami menuju Museum Sasmita Loka Jen­deral Besar Dr AH Nasution yang terletak di Jalan Teuku Umar Nomor 4. Museum ini merupakan rumah kediaman Jen­deral Besar Dr AH Nasution yang kemudian dijadikan museum pada tahun 2008. Di museum ini kita bisa melihat diorama ketika Jenderal AH Nasution memanjat dinding. Di saat itulah anaknya Ade Irma Suryani ditembak oleh salah satu pasukan. Nyawa Pak Nasution berhasil selamat karena pasukan menculik ajudannya Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean dan membawanya ke Lubang Buaya.
diorama penyergapan jenderal AH Nasution
pendobrakan kamar oleh baret merah
diorama kabur
Diorama kejadian malam itu terlihat jelas. Di lorong rumah Pak Nasution terlihat patung-patung pasukan yang sedang mengendap-endap. Kemudian di ruang makan ada juga sekelompok pasukan yang menodong istri dan anaknya untuk menelpon. Sedangkan di ruangan lain, kita bisa melihat diorama ajudannya, sedang ditodong oleh pasukan berbaret merah. Saya merasakan aura yang sangat seram. Saya membayangkan malam itu sangat mencekam. Bagaimana jejak darah Ade Irma menghiasi lantai rumah. Al Fatihah.
Perjalanan kami pun berlanjut ke Jalan Cendana. Sebuah jalan yang mungkin tidak asing di telinga. Sebuah rumah bercat hijau, bekas milik Presiden Soeharto. Dulu jalanan ini tidak bisa dilewati oleh orang umum, namun setelah Pak Harto wafat, jalan Cendana menjadi jalanan umum. Saat ini rumah terlihat sunyi. Arsitektur lama masih terasa kuat di rumah ini, dinaungi oleh pohon-pohon besar, rumah ini terasa sunyi.
di depan Galeri Kunstkring
Kami pun bergegas ke situs selanjutnya, yaitu Galeri Kuntskring. Arsitektur bangunan ini benar-benar masih sangat asli. Dibangun pada tahun 1914, awalnya bangunan ini diperuntukkan Galeri Seni. Kemudian digunakan sebagai kantor imigrasi dan juga pernah disulap menjadi tempat kontroversi, Buddha Bar. Setelah diprotes banyak orang, akhirnya Kuntskring tetap digunakan sebagai restaurant.
Adzan Dhuhur menjadi penanda berakhirnya tour city walk, titik terakhir adalah Masjid Cut Meutia. Dibangun pada tahun 1879 – 1955 difungsikan sebagai bangunan kantor biro arsitek pada zaman kolonial.  Pernah juga digunakan sebagai kantor Jawatan Kereta Api belanda dan kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang. Setelah Indonesia merdeka, gedung ini digunakan sebagai kantor urusan perumahan hingga kantor urusan agama. Dan pada tanggal 18 Agustus 1987, bangunan ini diresmikan sebagai Masjid Tingkat Provinsi.
Kami pun berpisah dengan @jktgoodguide disini. Terima kasih untuk perjalanannya yang menyenangkan. Saya mendapatkan banyak informasi mengenai kawasan Menteng. Semoga bisa ikut perjalanan berikutnya. Selalu cek akun instagram @jktgoodguide untuk informasi selanjutnya. 😀

ditulis di Kantor Kak Agus
20:16 WIB Senin 19 Oktober 2015

Jelajah Kawasan Menteng, dari Museum hingga ke Sekolah Obama

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

4 Responses

  1. halo kak Adlien, aku kemaren juga ikutan ini lho tapi kita beda group. Sayang gak sempet kenalan kemarin. Yaudah kenalan di sini dulu aja ya 😀 *salam vitual*

  2. halo kak Dita, wah,, sayang banget kita gak kenalan secara nyata. hehehe. semoga masih ada kesempatan untuk ketemu lagi ya kak. 😀
    terima kasih sudah mampir. *salim

  3. Hi, saya juga ikut acara ini tapi kita beda grup. Perasaan yang kamu rasakan ketika ada di Museum Jenderal Besar sama juga dengan yang saya rasakan. Ketika bapak guide-nya bercerita, seketika kejadian itu muncul di depan kepala. Serem…

    Btw salam kenal, ya 😉

  4. hhiiiiiiii, serem banget pas sempet sendirian di dalam museum, ktika semua orang keluar ke garasi. perasaan itu kuat banget. trus itu foto di museum naskah proklamasi "dapet" beneran yaa?? duhhh syerem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.