Table of Contents
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang di perairan,mempunyai gerak sedikit sehingga mudah terbawa arus,artinya biota ini tidak dapat melawan arus. Mikroorganisme ini baikdari segi jumlah dan jenisnya sangat banyak dan sangatberanekaragam serta sangat padat. Selanjutnya diketahui bahwaplankton merupakan salah satu komponen utama dalam sistem matarantai makanan (food chain) dan jaringan makanan (food web). Merekamenjadi pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem rantai makanandan jaring makanan tersebut (Ferianti, 2007).
Berdasarkan habitatnya plankton ditemui hidup di perairan, baikdi sungai, danau, waduk, maupun di perairan payau dan laut. Planktonini ada yang bergerak aktif sendiri seperti hewan yang disebut denganzooplankton (plankton hewan), dan ada juga plankton yang dapatberfotosintesis seperti tumbuhan di darat, kelompok ini disebut denganfitoplankton (plankton nabati) (Ferianti, 2007).Ukuran plankton sangat beraneka ragam dari yang terkecil yang disebut ultraplankton ukurannya < 0.005 mm atau 5 mikron, sepertibakteri dan diatom kecil, sampai nanoplankton yang berukuran 60-70mikron. Nanoplanktoterlalu kecil untuk dikumpulkan dengan jaringplankton biasa dan hanya dapat dikumpulkan dengan cara mengambil jumlah besar air laut (Kasijan dkk,2004).
Plankton umumnya berukuran sangat kecil dan jumlahnya banyak, oleh karena itu pengambilan sample plankton harus dilakukandengan menggunakan alat yang dapat menyaring air sedemikian rupasehingga plankton yang tersaring cukup jumlahnya untukdianalisis.Untuk keperluan ini alat khusus yang biasa digunakan adalah jaring plankton atau plankton net . Setiap mata jaring yang digunakan ukurannya (mesh-size) harus berbeda, tergantung dari plankton yangakan dikumpulkan, apakah itu fitoplankton atau zooplankton. Jika yangdiinginkan fitoplankton,maka ukuran mata jaring harus kecil,sedemikian sebaliknya untuk zooplankton. Sample plankton yang 2 didapat dapat diawetkan dengan menggunakan formalin dan disimpandidalam suhu yang rendah (Kasijan dkk, 2004).
I.2 Tujuan Praktik Lapang
Praktikum ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi plankton pada stasiun di Anjungan Pantai Losari
I.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian dilihat dari tiga hal, yakni kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PLANKTON
Plankton adalah meliputi biota yang hidupnya terapung atau hanyut di perairan pelagik. Tempat hidupnya ada yang terapung-apung di lapisan permukaan, bahkan sampai lapisan kedalaman sekitar 500 meter. (Arinardi et al, 1997) Secara sederhana plankton diartikan sebagai hewan dan tumbuhan renik yang terhanyut di laut. Nama plankton berasal dari akar kata Yunani “planet” yang berarti pengembara. Istilah plankton pertama kali diterapkan untuk organisme di laut oleh Victor Hensen direktur Ekspedisi Jerman pada tahun 1889, yang dikenal dengan “Plankton Expedition” yang khusus dibiayai untuk menentukan dan membuat sitematika organisme laut (Sunarto, 2008).
Ukuran dari organisme plankton pada umumnya relative sangat kecil atau berukuran mikroskopis. Sepanjang hidupnya selalu terapung dan daya hidupnya tergantung dari pergerakan masa air ata pola arus. Namun demikian, terdapat pula jenis plankton yang pergerakannya sangat kuat sehingga dapat melakukan migrasi harian. (Trimaningsih,2005)
Plankton terdiri dari dua kelompok besar organisme akuatik yang berbeda yaitu organisme fotosintetik atau fitoplankton dan organisme non fotosintetik atau zooplankton. (Sunarto, 2008). Fitiplankton atau plankton nabati diantaranya adalah diatome, dinoflagellata, coccolitophore, dan criptomonads. Sedang yang
termasuk zooplankton atau plankton hewani adalah mulai filum protozoa sampai filum chordate (Trimaningsih,2005).
II.1.1 Fitoplankton
Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang dilaut. Ukurannya sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Umumnya fitoplankton berukuran 2 – 200µm (1 µm = 0,001mm). fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi juga ada yang berbentuk rantai.
Meskipun ukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat tumbuh dengan sangat lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan perubahan warna pada air laut. Fitoplankton mempunyai fungsi penting di laut, karena bersifat autotrofik, yakni dapat menghasilkan sendiri bahan organic makanannya. Selain itu, fitoplankton juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organic karena mengandung klorofil. Karena kemampuannya ini fitoplankton disebut sebagai produsen primer.
Bahan organik yang diproduksi fitoplankton menjadi sumber energi untuk menjalan segala fungsi faalnya. Tetapi, disamping itu energi yang terkandund didalam fitoplankton dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh hewan laut seperti udang, ikan, cumi – cumi sampai ikan paus yang berukuran raksasa bergantung pada fitoplankton baik secara langsung atau tidak langsung melalui rantai makanan ( Biologi Laut,2009 ).
II.1.2 Zooplankton
Zooplankton, disebut juga plankton hewani, adalah hewan yang hidupnya mengapung, atau melayang dalam laut. Kemampuan renangnya sangat terbatas hingga keberadaannya sangat ditentukan ke mana arus membawanya. Zooplankton bersifat heterotrofik, yang maksudnya tak dapat memproduksi sendiri bahan organik dari bahan inorganik. Oleh karena itu, untuk kelangsungan hidupnya, ia sangat bergantung pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi makanannya. Jadi, zooplankton lebih berfungsi sebagai konsumen (consumer) bahan organik.
Ukurannya yang paling umum berkisar 0,2 – 2 mm, tetapi ada juga yang berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa berukuran sampai lebih satu meter. Kelompok yang paling umum ditemui antara lain kopepod (copepod), eufausid (euphausid), misid (mysid), amfipod (amphipod), kaetognat(aetognath). Zooplankton dapat dijumpai mulai dari perairan pantai, perairan estuaria, di depan muara sampai ke perairan di tengah samudra, dari perairan tropis hingga ke perairan kutub.
Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang hidup di perairan dalam. Ada pula yang dapat melakukan migrasi vertikal harian dari lapisan dalam ke permukaan. Hampir semua hewan yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di dasar Taut (bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton yakni ketika masih berupa terlur dan larva. Baru dikemudian hari, menjelang dewasa, sifat hidupnya yang semula sebagai plankton berubah menjadi nekton atau bentos.
II.1.3 Holopkanton
Dalam kelompok ini termasuk plankton yang seluruh daur hidupnya dijalani sebagai plankton, mulai dari telur, larva, hingga dewasa. Kebanyakan zooplankton termasuk dalam golongan ini. Contohnya : kokepod, amfipod, salpa, kaetognat. Fitoplankton termasuk juga umumnya adalah holoplankton, ( Biologi Laut,2009 ).
II.1.4 Meroplankton
Plankton dari golongan ini menjadi kehidupannya sebagai plankton hanya pada tahap awal dari daur hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja. Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton, yakni hewan yang dapat aktif berenang bebas, atau sebagai bentos yang hidup menetap atau melekat didasar laut. Oleh sebab itu, meroplankton sering pula disebut sebagai plankton sementara, ( Biologi Laut,2009 ).
Gambar 1. Larva meroplankton dari berbagai filum hewan yang hidup di laut : a) larva chaetate cacing Platynereis; b) larva zoea ketam pasir Emerita c) larva cyphonautes bryozoa d) larva tadpole tunicate e) larva pilidium cacing nemertean f) larva pluteus bulu babi / sea urchin, g) telur ikan dengan embrio , h) larva trochophore cacing scaleworm , i) larva veliger keong laut , j) larva pluteus ular bintang/brittle star k)larva nauplius teritip / barnacle , l) larva cypris / barmacle , m) larva planula colenterate n) medusa hidroid (Sumber : Svedrup dkk, 1961)
Pada umumnya ikan menjalani hidupnya sebagai plankton ketika masih dalam tahap telur dan larva kemudian menjadi nekton s
stelah dapat berenang bebas. Kerang dan karang adalah contoh hewan yang pada awalnya hidup sebagai plankton pada tahap telur hingga larva, yang selanjutnya akan menjalani hidupnya sebagai bentos yang hidup melekat atau manancap didasar laut.
stelah dapat berenang bebas. Kerang dan karang adalah contoh hewan yang pada awalnya hidup sebagai plankton pada tahap telur hingga larva, yang selanjutnya akan menjalani hidupnya sebagai bentos yang hidup melekat atau manancap didasar laut.
Meroplankton ini sangat banyak ragamnya dan umumnya mempunyai bentuk yang sangat berbeda dari bentuk dewasanya. Larva crustacea seperti udang dan kepiting mempunyai perkembangan larva yang bertingkat – tingkat dengan bentuk yang sedikitpun tidak menunjukkan persamaan dengan bentuk yang dewasa. Pengetahuan mengenai meroplankton ini menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan upaya budidaya udang, crustacea, mollusca, dan ikan (Biologi Laut,2009).
II.2 KONDISI LINGKUNGAN
II.2.1 Suhu
Suhu di lautan adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangan dari organisme. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis hewan yang terdapat di berbagai tempat di dunia (Hutabarat dan Evans, 1985).
Plankton dari jenis fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton besar pada lapisan permukaan laut saja. Keadaan yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses fotosintesis. Sejak sinar matahari yang diserap oleh lapisan permukaan laut, maka lapisan ini relatif panas sampai ke kedalaman 200 m (Hutabarat dan Evans, 1985).
Walaupun Plankton potensial berbahaya menyebar luas secara geografis dan hal ini mengidentifikasikan adanya kisaran yang luas terhadap toleransi suhu, tetapi spesies alga potensial berbahaya daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu. Kisaran suhu optimal bagi spesies alga potensial berbahaya adalah 25°–30°C dan kemampuan proses fotosintesis akan menurun tajam apabila suhu perairan berada di luar kisaran optimal tersebut (Gross dan Enevoldsen, 1998 dalam Gosari, 2002).
II.2.2 Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Konsentrasi ini biasanya sebesar 3% dari berat seluruhnya atau sering juga disebut bagian perseribu (permil) dan biasa ditulis dengan 35‰. Konsentrasi garam-garam ini jumlahnya relative sama dalam setiap contoh-contoh air laut, sekalipun mereka diambil dari tempat yang berbeda di seluruh dunia (Hutabarat dan Evans,1985)
Hampir semua organisme laut dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil, misalnya daerah estuaria adalah daerah yang mempunyai salinitas rendah karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari daratan dan juga disebabkan karena adanya pasang surut di daerah ini kisaran salinitas yang normal untuk kehidupan organisme di laut adalah berkisar antara 30-35 ppm (Gosari, 2002).
Perubahan salinitas yang dapat mempengaruhi organisme terjadi di zona intertidal melalui dua cara. Yang pertama karena zona intertidal terbuka pada saat pasang surut dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat, akibatnya salinitas akan turun secara drastis (Nybakken, 1992).
II.3 INDEKS
II.3.1 Kelimpahan
Kelimpahan fitoplankton diartikan sebagai jumlah individu fitoplankton persatuan volume air yang biasanya dinyatakan dalam jumlah individu atau sel fitoplankton/m3 atau perliter air. Pada dasarnya sangat sukar untuk menentukan kelimpahan fitoplankton dalam sejumlah air tertentu. Walaupun kalkulasi dalam jumlah sel fitoplankton dapat dilakukan seteliti mungkin, namun jumlah tersebut berubah–ubah dengan kisaran yang besar, sehingga sulit untuk mengkonversi dugaan tersebut menjadi ukuran kelimpahan dari fitoplankton (Sachlan, 1972)
Penyebaran fitoplankton di perairan didominasi oleh Bacillariophyceae (diatom), Cyanophyceae dan Chlorophyceae. Besarnya kelas Bacillariophyceae disebabkan karena plankton dari kelas tersebut mempunyai sifat yang mudah beradaptasi dengan lingkungan, bersifat kosmopolit, tahan kondisi ekstrim dan mempunyai daya reproduksi yang tinggi (Odum, 1971). Perbedaan komposisi jenis fitoplankton disebabkan karena masing–masing jenis mempunyai toleransi sendiri–sendiri terhadap keadaan lingkungan. Disamping itu kompetisi yang terjadi antara biota yang hidup di perairan, baik akibat kompetisi dalam mendapatkan ruangan, oksigen, makanan, maupun cahaya matahari akan berpengaruh terhadap kelimpahan dan keragaman fitoplankton di perairan tersebut.
Boyd (1979), menyatakan bahwa populasi fitoplankton senantiasa mengalami perubahan dalam komposisi jenis dan jumlahnya. Fluktuasi fitoplankton ini disebabkan karena perubahan kualitas air (terutama unsur hara), juga karena adanya pengambilan oleh zooplankton dan ikan pemakan plankton serta akumulasi dari sisa–sisa metabolisme yang bersifat racun. Menurut Davis (1955), penyebaran fitoplankton yang tidak merata dalam suatu perairan disebabkan oleh angin, aliran sungai yang masuk atau arus dan kedalaman perairan, up welling, variasi garam–garam nutrien, aktivitas grazing dan adanya percampuran dua mata air. Lund (1969) dalam Pasengo (1995)) menyatakan bahwa pada perairan subur yang kaya akan nutrien didapatkan diatom 40.000 plankter/liter air, sedang pada perairan kurang subur yang miskin akan nutrien didapatkan jumlah diatom kurang dari 2.000 plankter/liter air.
II.3.2 Indeks Keanekaragaman
Indeks Keanekaragaman atau Diversity Indeks diarti
kan sebagai suatu gambaran secara matematik yang melukiskan struktur masyarakat kehidupan. Indeks keseragaman akan mempermudah dalam menganalisa informasi–informasi mengenai jumlah individu dan jumlah spesies suatu organisme (Kaswadji, 1976 dalam Lukman 2001). Sedikit atau banyaknya spesies yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks keanekaragamannya, meskipun nilai ini sangat bergantung pula dari jumlah individu masing–masing spesies. Keanekaragaman fitoplankton yang besar, sangat penting bagi organisme yang menjadikannya sebagai bahan makanan (Patrick,1976 dalam Pasengo 1995). Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa besar tingkat pencemaran suatu perairan.
kan sebagai suatu gambaran secara matematik yang melukiskan struktur masyarakat kehidupan. Indeks keseragaman akan mempermudah dalam menganalisa informasi–informasi mengenai jumlah individu dan jumlah spesies suatu organisme (Kaswadji, 1976 dalam Lukman 2001). Sedikit atau banyaknya spesies yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks keanekaragamannya, meskipun nilai ini sangat bergantung pula dari jumlah individu masing–masing spesies. Keanekaragaman fitoplankton yang besar, sangat penting bagi organisme yang menjadikannya sebagai bahan makanan (Patrick,1976 dalam Pasengo 1995). Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa besar tingkat pencemaran suatu perairan.
0 ≤ H’ ≤ 2,303 | Tingkat kenaekaragaman rendah |
2,303 ≤ H’ ≤6,909 | Tingkat keanekaragaman sedang |
H’ > 6,909 | Tingkat keanekaragaman tinggi |
II.3.3 Indeks Keseragaman
Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies dapat diketahui dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks keseragaman ini merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 – 1, semakin kecil nilai indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, berarti penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai indeks keseragaman, maka populasi menunjukkan keseragaman, yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau merata (Pasengo, 1995).
0 ≤ E ≤ 0,4 | Keseragaman rendah, kekayaan individu yang di miliki oleh masing-masing jenis jauhg berbeda, kondisi lingkungan tidak stabil kerana mengalami tekanan |
0,4 < E ≤ 0,6 | Keseragaman sedang, kondisi lingkungan tidak terlalu stabil |
0,6 < E ≤ 1,0 | Kerseragaman tinggi, Jumlah individu pada masing-masing jenis relative sama, perbedaannya tidak terlalu mencolok, kondisi lingkungan stabil |
II.3.4 Indeks Dominasi
Dominasi jenis fitoplankton dapat diketahui dengan menghitung Indeks dominansi (C). Nilai indeks dominansi mendekati satu jika suatu komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan, maka nilai indeks dominansinya mendekati nol (Sudardja, 1987 dalam Pasengo, 1995).
0≤E≤0,4 | Dominansi rendah, tidak terdapat spesies yang secara ekstrim mendominasi spesies lainnya, kondisi lingkungan stabil, tidak terjadi tekanan ekologis terhadap biota di lingkungan tersebut |
0,4 < E ≤ 0,6 | Dominansi sedang, kondisi lingkungan cukup stabil |
0,6 < E ≤ 1,0 | Dominansi tinggi, terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, kondisi lingkungan tidak stabil, terdapat suatu tekanan ekologi. |
BAB III
METODE PRAKTEK LAPANG
III.1 Waktu dan Tempat
Praktek lapang dilaksanakan pada tanggal 02 Oktober 2011, yang berlokasi di Anjungan Pantai Losari, kota Makassar. Sedangkan kegiatan mengidentifikasi dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Oktober 2011 dimulai pada pukul 13.00 WITA sampai 14.00, bertempat di Laboratorium Biologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hassanuddin, Makassar.
III.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktek lapang kali ini adalah sebagai berikut :
· Plankton net : untuk mengambil dan menyaring sampel plankton
· Salinometer : untuk mengukur salinitas
· Termometer : untuk mengukur suhu air
· Botol Sampel : untuk menyimpan sampel
· Mikroskop : untuk melihat secara jelas sampel
· SR & Deck Glass : sebagai alat tempat penyimpanan sampel saat diamati menggunakan mikroskop
· Pipet Tetes : untuk mengambil sampel air dari botol
· Air laut : sebagai bahan yang diamati
· Air tawar : untuk membersihkan alat
· Tissue : untuk membersihkan alat
· Lugol : untuk mematikan sampel plankton
III.4 Prosedur Kerja
III.4.1 Pengambilan Sampel
III.4.1.1 Lapangan
Pertama-tama tiap kelompok menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan dalam pengambilan sampel di lapangan. Kemudian, kelompok menyebar ke lokasi yang telah ditentukan untuk mengambil sampel. Setelah itu, ikatkan tali rafia pada ujung atas planktonet. Lalu turunkan plantonet ke air laut secara perlahan. Setelah botol planktonet terisi, tarik tali rafia kembali ke atas. Lalu masukkan sampel air ke dalam botol sampel. Setelah itu ukur suhunya menggunakan thermometer dan ukur salinitasnya menggunakan salinometer. Teteskan pula 5 tetes lugol ke dalam botol sampel. Tempelkan label pada botol sampel sebagai penanda bahwa botol tersebut adalah sampel pertama dari planktonet. Praktikan melakukan pengambilan sampel selama 3 kali.
III.4.1.2 Laboratorium
Pertama-tama praktikan menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan identifikasi plankton. Lalu siapkan mikroskop yang ada di laboratorium. Setelah itu siapkan Sedgewick-Rafter Counting Cell. Dengan menggunakan tissue, lap kaca preparatnya hingga bersih. Lalu, pasang Sedgewick-Rafter Counting Cell di meja preparat, atur hingga sesuai dengan ukuran Sedgewick-Rafter Counting Cell. Setelah itu miringkan kaca preparat yang ada di atas Sedgewick-Rafter Counting Cell (sehingga ada celah untuk meneteskan air sampel). Dengan menggunakan pipet tetes, ambil sampel air yang dalam botol sampel I (pertama). Goyang-goyangkan pipet tetes dalam botol sampel secara perlahan. Teteskan sampel air secara perlahan ke dalam Sedgewick-Rafter Counting Cell hingga penuh. Tutup kaca preparat dan atur kembali fleksibilitas meja preparat tidak renggang. Mulai amati sampel men
ggunakan mikroskop. Catat hasilnya dalam lembar kerja. Lakukan hal yang sama untuk botol selanjutnya.
ggunakan mikroskop. Catat hasilnya dalam lembar kerja. Lakukan hal yang sama untuk botol selanjutnya.
III.4.2 Analisis Data
Perhitungan Kelimpahan Plankton (Grennberg et al., 1989)
.
C : jumlah plankton yang ditemukan
L : panjang alur S-R (mm)
W : tinggi S-R (mm)
D : lebar alur S-R (mm)
S : jumlah alur yang dihitung S-R (mm)
n=
mL : jumlah air yang tersaring (1 botol)
1000 : konversi dari mL ke liter
L : jumlah air yang disaring
n : kelimpahan plankton dalam liter
Perhitungan Keanekaragaman Plankton (Wilhm dan dorris 1968 in Masson,1981)
HI=
S = Jumlah seluruh spesies
ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlah Individu keseluruhan
Perhitungan Keseragaman (Odum,1971)
H’
E =
 
; H’ max
; H’ max
S = Jumlah seluruh spesies
H max = Keanekaragaman maksimum
E = Indeks keseragaman
Perhitungan Indeks Dominansi (simpson in legendre legendre,1983)
C = Σ [ni/N]2
C : Indeks Dominansi
ni:Jumnlah Individu Jenis ke 1
N : Jumlah Total Individu
Dominansi = 1 – C
Indeks keanekaragaman
HI=
S = Jumlah seluruh spesies
ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlah Individu keseluruhan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil
No | Jenis plankton | Kelimpahan Plankton / L (n) | |
1 | Cyclotella sp. | 18.16466 | |
2 | Licmophora sp. | 5.189903 | |
3 | Coscinodiscus sp. | 33.73437 | |
4 | Melosira sp. | 37.6268 | |
5 | Dinophysis sp. | 5.189903 | |
6 | Fragilariopsis sp. | 9.731069 | |
7 | Gyrosigma sp. | 3.892427 | |
8 | Chaetoceros sp. | 6.487379 | |
9 | Nitzchia sp. | 19.46214 | |
10 | Ceratium triops | 5.189903 | |
11 | Mesaiokeras tantillus | 3.892427 |
IV. 2 Pembahasan
IV.2.1 Kelimpahan
Berdasarkan hasil, dapat diketahui bahwa nilai kelimpahan tertinggi terdapat pada Coscinodiscus sp. sebesar 33.73437 n. Sedangkan kelimpahan terendah terjadi pada Mesaiokeras tantillus dan Gyrosigma sp., yang nilai kelimpahannya sebesar 3.892427 n.
IV.2.2 Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominans
Dari hasil dapat diketahui bahwa nilai keanekaragaman tertinggi terjadi pada Melosira sp., dan nilai keanekaragaman terendah terjadi pada Mesaiokeras tantillus dan Gyrosigma sp.. Dan berdasarkan tabel air berdasarkan keanekaragaman diketahui bahwa pada stasiun tempat mengambil sampel kualitas airnya tercemar berat.
Dari hasil dapat diketahui bahwa nilai keseragaman tertinggi terjadi pada Melosira sp., dan nilai keseragaman terendah terjadi pada Mesaiokeras tantillus dan Gyrosigma sp.. Dan berdasarkan tabel keseragaman diketahui bahwa pada stasiun tempat mengambil sampel keseragamannya rendah, kekayaan individu yang di miliki oleh masing-masing jenis jauh berbeda, ini mungkin disebabkan karena kondisi lingkungan tidak stabil karena mengalami tekanan.
Sedangkan untuk dominansi, nilai dominansi tertinggi terjadi pada Mesaiokeras tantillus dan Gyrosigma sp. Sedangkan dominansi terendah terjadi pada Melosira sp.. Dan berdasarkan tabel dominansi diketahui bahwa stasiun tempat mengambil sampel dominansinya tinggi, terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, ini disebabkan kondisi lingkungan tidak stabil, terdapat suatu tekanan ekologi.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan bahwa :
- Kualitas air di stasiun berdasarkan keanekaragaman tergolong tercemat berat
- Nilai keseragaman plankton pada stasiun tergolong rendah
- Nilai dominansi plankton pada stasiun tergolong tinggi
4. Kondisi lingkungan pada stasiun tidak stabil, terdapat suatu tekanan ekologi.
V.2 Saran
Sebaiknya alat yang digunakan seperti plankton net diperbanyak jumlahnya, agar pada saat pengambilan sampel semua kelompok dapat langsung mengambil sampel tanpa harus saling bergantian menggunakan alat.