foto ketika saya SMP. hahah. Culun sekali.. πŸ˜€
Tiba-tiba pesan masuk dalam whatsapp messenger kemarin malam, 25 April. Hendra, salah satu teman sepermainan ketika SMPN 01 Bojonggede masuk. Ia mengajak saya untuk menemaninya ke Pulau Pombo. Saya pun mengiyakan ajakannya. Ketika sudah melakukan setengah perjalanan menuju Tulehu, tiba-tiba hujan deras mengguyur Pulau Ambon. Kami berdua pun berteduh di sebuah rumah makan pinggir jalan. 
Memesan dua piring nasi dengan lauk pauk ikan cakalang goreng, sayur bunga papaya dan tempe kering. Kami pun mulai untuk bercerita tentang masa lalu. Ketika kami masih berumur 13, 14 dan 15 tahun. Sebelum kami akhirnya berpisah di sekolah masing-masing. Saya di SMAN 01 Bojonggede, sedangkan Hendra memilih hijrah ke SMKN 01 Bogor. 
Cerita dimulai ketika kita mulai bernostalgia tentang lagu Peterpan yang saat itu sedang booming. Saya sampai pernah meminjam kasetnya sama dari sahabat saya, Firly untuk saya hafalkan. Saya meminjamnya sekitar seminggu. Mungkin Firly sudah lupa cerita ini. πŸ˜€ Ada sebuah lagu dari Peterpan yang sangat saya ingat hingga hari ini, Yang Terdalam. Lagu itu sudah diputar berulang kali di bis ketika satu sekolah melakukan perjalanan ke Bandung. Seingat saya, saat itu Jogja sedang dirundung duka, setelah gempa menerpanya. Sehingga pihak sekolah memindahkan class outing ke Bandung. 
Nostalgia pun terus berlanjut. Kami tiba-tiba membicarakan mengenai jajanan ketika kami bersekolah dulu. Saya pun membuat listnya. 
Siomay : 500 – 1000 perak
Es Maspur dengan serutan dan potongan buah : 500 perak
Nasi uduk Mak Nyak dengan sambal kacang : 500 perak
Batagor : 500 – 1000 perak
Roti Bakar isi selai : 500 perak satu tangkup, kalau dua jadi 1000 perak
Mie ayam : 1500 perak
Bubur Ayam : 1500 perak
Itu adalah list jajanan yang tersedia di sekolah. Untuk nasi uduk dan es maspur kita bisa temukan di kantin sekolah. Tapi kalau untuk jajanan lain seperti batagor, siomay, bubur ayam, mie ayam dan roti bakar bisa ditemukan di depan pagar sekolah. Biasanya anak kelas 3D, 3E dan 3F memesan dari lantai dua. Maklum saja, tiga kelas ini berada di lantai 2 dan dekat dengan pagar sekolah. Cukup lemparkan uang ke bawah dan siomay akan terlontar ke lantai 2. Kenangan manis. πŸ˜€
Saya ingat, uang jajan yang diberikan bunda hanya cukup untuk transport pulang pergi dari Bunderan Pura sampai di sekolah. Ongkos yang harus saya keluarkan adalah 1400 perak untuk pulang pergi. Bunda hanya memberikan uang jajan 2500 perak setiap hari. Itu sudah cukup untuk membeli siomay atau es maspur ketika bel istirahat siang berbunyi. Dulu ketika masih kelas 1, Bunda mendaftarkan saya untuk naik jemputan. Namun beranjak masuk kelas 2, saya pun meminta berhenti dan menjadi anak-anak basis Pura. Hahah. 
Dulu ada beberapa basis di sekolah,masing-masing tergantung tempat tinggalnya.  Basis Inkopad (anak-anak yang selalu dijemput sama Bombay, sebuah mobil biru tua yang setia), basis Pura (anak-anak yang bertempat tinggal di komplek Pura), basis Waringin (anak-anak yang bertempat tinggal di komplek Waringin), basis Bojong dan basis Citayam. 
Dari semuanya paling seru sepertinya anak Inkopad yang selalu berkelahi dengan anak-anak dari SMP tetangga, SMPN 01 Tonjong atau biasa disebut Bel-Vost. Terkadang menurut cerita yang tersebar di pagi hari, mobil Bombay ditimpuki oleh batu ketika melewati Danau Tonjong. Kadang kami juga ikut terbakar emosi. Sehingga seringkali terjadi bentrok antar SMP. Hahah. Kalau dipikir-pikir, lucu juga. Masih kecil udah timpuk-timpukan batu. 
Kenangan lainnya tentang gawai pada masa itu. Saat itu masih booming handphone dengan layar monophonic. Sebut saja Nokia 2100 atau Sony Ericsson T321. Saya sering pinjam gawai milik Firly untuk main game. PermainanBounce, Space Impact atau Snake menjadi permainana favorit pada saat itu. Tak banyak siswa yang memiliki handphone pada saat itu. Karena harga handphone masih sangat mahal. Seingat saya, saya baru diberikan handphone ketika kelas 3 SMA. Itupun Nokia 2600 dan dicuri ketika pulang sekolah. 
Kenangan masa SMP tak akan pernah habis. Apalagi jika membahas teman-teman yang dulunya culun, cupu dan sekarang menjelma menjadi sosok yang luar biasa. Hendra tiba-tiba nyeletuk, β€œlo doank yang kayaknya gak berubah,dlien.”. hahaha. Tetap menggunakan kerudung putih dan kacamata. Hahah. Gaya pun masih sama, culun dan cupu kayak anak baik. Padahal saya bukan termasuk dalam golongan anak baik. πŸ˜€
Nostalgia pun terhenti setelah hujan mulai mereda. Kami pun bergegas agar tak basah sampai di rumah. 
Ditulis di Atra Room, sambil denger lagu Ed Sheeran Thinking Out Loud
11:52 PM, Sunday, 26 April 2015

Nostalgia Biru Putih di Sebuah Rumah Makan

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.