ikan layang, lima ribu dek”, “lamadangnya, 40 ribu dek, masih segar”, “selar-selar-selar”, dan berbagai kalimat ajakan lainnya untuk membeli dagangan. Kondisi ini bisa kita temui di Pasar Wuring, sebuah pasar tradisional yang berada di perkampungan Bugis-Bajau. Letaknya persis di sisi kanan dan kiri jalan utama. Berderet meja-meja kayu yang digunakan sebagai display bagi ikan-ikan mereka.
Kita akan sulit menemukan lelaki yang berjualan di pasar ini, sejauh mata memandang hanya ada ibu-ibu yang menawarkan dagangan mereka. Mereka adalah istri-istri nelayan yang menjual hasil tangkapan suami mereka. Pola tangkapan nelayan disini adalah One Day Fishing, nelayan mulai mencari ikan selepas shalat subuh dan kembali sekitar pukul 3 sore. Ini berlaku ketika ikan tuna sulit didapatkan. Jika sedang musim ikan tuna (ikan makan istilah yang digunakan oleh nelayan), nelayan biasanya tinggal di laut hingga tiga hari dua malam. 
Yang saya sukai dari proses bahu membahu ini adalah suami mencari ikan, istri yang menjual ikan. Hal ini telah menjadi rutinitas bagi keluarga nelayan di daerah ini. Jika suami telah pulang dari laut, maka ibu-ibu ini akan menjelma menjadi perempuan-perempuan perkasa. Mereka mengangkat ikan dari kapal menuju pasar. Sedangkan anak-anak mereka akan diasuh oleh ayahnya. Seperti ada roda yang berputar di dalam kehidupan mereka. 
Namun tidak semua perempuan-perempuan nelayan di Flores mau menjual hasil melaut suaminya. Profesi ini hanya bisa kita temui di Wuring, Nangahure, Waturia, Ndete dan Larantuka. Daerah yang lain? Jangan harap bisa menemukan istri-istri nelayan menjual ikan-ikan yang didapatkan suaminya. Menurut Pak Nahril, tidak semua lingkungan mengizinkan perempuan di dalam keluarga bekerja. Karena itu, di setiap kelurahan mempunya norma yang berbeda-beda. 
Saya senang melihat kerja keras perempuan-perempuan ini dalam mencari nafkah. Pagi hari hingga siang hari mereka selalu menanti kedatangan suaminya penuh harap sambil menjaga keluarga. Ketika sore, mereka menjelma menjadi perempuan perkasa untuk ikut andil menghidupi keluarganya. 
Bukan hanya istri-istri nelayan saja yang mengadu nasib di Pasar Wuring, ibu-ibu dari daerah gunung juga ikut meramaikan pasar ini. Mereka adalah keluarga petani dan peladang yang membawa hasil kebun mereka di pasar ini. Saya senang dengan sayur mayur yang mereka jual, segar-segar dan berasal dari kebun sendiri. 
Saat ini saya membiasakan diri untuk membeli dagangan para penjual perempuan. Karena mereka adalah salah satu pilar ekonomi keluarga mereka. Jika bukan kita yang membantu mereka, siapa lagi? So, lebih baik beli barang-barang dari pedagang di pinggir jalan, daripada harus membeli sesuatu di mal-mal besar. 😀
#Save pedagang kecil
Ditulis di kamar kost
29 Maret 2014 0:49 Wita
Ketika lihat foto-foto ibu-ibu yang jualan ikan dan jualan sayur.

Perempuan-perempuan Perkasa di Pasar Wuring

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.