Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia. seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah. Maka cita-cita itupun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku. Namun tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku. Tetapi celakanya mereka pun tidak mau diubah! Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari : “Andaikan yang pertama-tama yang kuubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi akupun mampu memperbaiki negeriku, kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia!” – Westminster Abbey
Kalimat yang tertulis di nisan Westminster Abbey, dan dituliskan kembali oleh salah seorang motivator di majalah maskapai penerbangan yang saya tumpangi dari Makassar menuju Surabaya membuat saya termenung lama. Entah kenapa, saya mulai memikirkan masa depan. Apakah saya sudah merubah diri saya untuk bisa merubah keluarga saya? Apakah saya sudah mempunyai resolusi dan tahapan-tahapan untuk mencapai ke arah sana? Apakah saya sudah mengisi pikiran saya untuk negeri ini ke depannya?
Abbey saja baru menyadari kesalahannya ketika ia sudah berbaring mendekati ajalnya. Apakah saya bisa melihat apa yang Abbey terlambat lihat? Apakah saya bisa mengubah dunia menjadi lebih baik? Pertanyaan di kepala terus merongrong dan membutuhkan jawaban. Di akhir tulisan tersebut saya pun menemukan doa yang menenangkan.
Tuhan, berikanlah aku kebesaran jiwa untuk menerima hal-hal yang tak dapat kuubah, keberanian untuk mengubah hal-hal yang dapat kuubah dan kebijaksanaan untuk membedakan keduanya – Reinhold Nieburh (1926)
InshAllah…
Ditulis di Bandara Juanda, Surabaya
13 Januari 2014 12:57 Wib
