Seandainya saya jadi seorang pemimpin, saya akan membangun kelautan dan perikanan berkelanjutan di Indonesia. Kenapa harus kelautan dan perikanan? Ada beberapa hal yang membuat saya ingin membangun perikanan berkelanjutan.
Mengutip sebuah pernyataan dari seorang Marine Biologist yang mengatakan :
We have been far too aggressive about extracting ocean wildlife, not appreciating that there are limits and even points of no return – Dr.Sylvia Earle
Mungkin pernyataan ini bisa menggambarkan kondisi kelautan dan perikanan di dunia saat ini. Kita habis-habisan mengeluarkan energi dan daya untuk menguras isi laut. Tak pelak ini menjadikan keadaan lautan penuh dengan kondisi overfishing atau kelebihan daya tangkap. Sedangkan ikan yang ditangkap tak lebih dari jumlah kapal yang ada. Belum lagi masalah lautan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti polutan dan sampah.
Tapi kita harus optimis untuk membuat laut Indonesia menjadi lebih baik. Karena itulah Indonesia ditantang untuk bisa mewujudkan regulasi perikanan yang berkelanjutan pada tahun 2030 sesuai dengan target SDGs. Lalu, sudah sejauh apa posisi kita saat ini?
Table of Contents
Situasi Lautan Indonesia
Indonesia memiliki banyak tantangan besar dalam sektor perikanan. Mulai dari permasalahan keterbatasan laju peningkatan sumberdaya perikanan, kapasitas kapal yang berlebihan, over fishing, dan juga keterbatasan teknologi dalam penangkapan ikan. Sumberdaya ikan dapat mengalami degradasi bahkan pemusnahan apabila dieksploitasi secara tidak terkendali, meskipun sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources). Belum lagi perebutan sumberdaya ikan yang semakin langka menjadi salah satu akar konflik perikanan saat ini, sehingga menuntut kita untuk berpikir ulang tentang cara mengelola sumberdaya ini.
Jika ditilik kembali, posisi tawar perikanan di negara ini bisa dikatakan sangat memprihatinkan. Kemiskinan yang berhadapan dengan kerapuhan lingkungan hidup, konflik dan dualisme ekonomi, merupakan tantangan yang pada gilirannya akan berimbas pada keberlanjutan pertumbuhan sektor ini. Hal ini diperparah dengan adanya perubahan iklim yang membuat skenario lautan menjadi tak bisa diprediksi dengan pasti.
Padahal merunut dari berbagai sumber lautan Indonesia bisa dijadikan sektor utama penopang perekonomian Indonesia. Hal ini merupakan sebuah kewajaran, mengingat luas wilayan Indonesia yang 75% berupa lautan. Sudah seharusnya pembangunan paradigma baru berorientasi ke lautan jika ingin memberdayakan potensi kelautan dengan maksimal dan berkelanjutan.
Sumber Pangan dari Lautan
Indonesia menjadi salah satu negara penghasil produk perikanan terbesar di dunia. Tak salah jika situs FAO menempatkan Indonesia pada urutan ke-4 dalam pengekspor produk perikanan ke seluruh dunia. Eksport produk perikanan berupa ikan pelagis, tuna, udang, kepiting, dan lain sebagainya merupakan salah satu andalan devisa Indonesia.
LIPI juga mengungkapkan bahwa ada 529 biota laut yang berpotensi untuk mendukung ketahanan pangan melalui diversifikasi produk pangan. Masing-masing termasuk dalam 415 jenis ikan, 68 jenis udang dan kepiting, dan 46 lainnya masuk kategori cumi-cumi. Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki sekitar 13 dari 20 spesies lamun di dunia, 682 jenis rumput laut, 2.500 spesies moluska, 1502 spesies krustasea, 745 spesies ekinodermata. Potensi ini bisa menjadi andalan devisa negara jika dikelola secara bijaksana dan berkelanjutan.
Namun apakah benar selama ini proses penangkapan ikan yang dilakukan sudah lestari dan masuk dalam kategori sustainable (berkelanjutan)?. Bagaimana sebenarnya posisi Indonesia melihat peluang dan tangan kelautan dan perikanan di masa mendatang?
Peluang bagi Indonesia
Seiring dengan perubahan konsumsi masyarakat dunia khususnya pasar Amerika dan Eropa, kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi produk perikanan yang sehat, aman, serta memerhatikan aspek keberlanjutan terus meningkat. Hubungan antara potensi produksi dan kelestarian harus menjadi titik perhatian lebih bagi stakeholder. Hal ini merupakan alasan terbesar kenapa produk perikanan Indonesia belum mampu bersaing dengan negara-negara lainnya. Karena produk perikanan Indonesia, misalnya tuna, belum mampu menunjukkan kepada konsumen, ditangkap dengan alat tangkap dan proses yang ramah lingkungan. Belum lagi kurangnya keterlacakan (traceability) pada perikanan skala kecil dan juga kondisi kerja yang sering kali menyalahi aturan.
Memenuhi standar sertifikasi perikanan harus menjadi salah satu program utama pemerintah selain memerangi penangkapan tidak ramah lingkungan dan pencurian ikan. Pemenuhan standar bisa dilakukan dengan lebih banyak memberikan informasi mengenai sertifikasi eco-label kepada nelayan, supplier serta pedagang produk perikanan skala internasional.
Selain itu banyaknya sumber pangan dari jenis lain yang memiliki nilai jual tinggi bisa dijadikan sumber pendapatan bagi rakyat Indonesia. Banyak peluang pekerjaan di sektor kelautan dan perikanan yang belum banyak dilirik oleh masyarakat. Misalnya pembuatan sentra rumput laut untuk bahan obat, pembuatan sentra ikan kering untuk produk eksport, pembuatan bahan ekstraksi dari sponge, teripang, lamun, dan mangrove.
Tantangan Perikanan
Melihat peluang yang bertaburan di sektor kelautan dan perikanan, namun banyak juga tantangan yang dihadapi. Dalam 10 tahun terakhir rumah tangga nelayan di Indonesia terus menurun dari 1,6 juta menjadi 800 ribu KK. Hal ini agak mengkhawatirkan, mengingat peluang besar di sektor kelautan perikanan.
Belum lagi masalah penangkapan ikan secara ilegal, tidak teregulasi dan tidak terlaporkan yang masih tinggi. Selain itu penangkapan yang tidak ramah lingkungan, seperti menggunakan bom, bius, dan pukat harimau yang masih saja marak terjadi hingga saat ini. Penyelendupan biota langka dan memiliki nilai jual tinggi juga masih kerap terjadi, misalnya penjualan sirip hiu, benih lobster, dan kulit penyu.
Masalah perikanan yang terbentuk seperti benang kusut ini harus dibenahi agar bisa menjadi lumbung pangan masa depan. Karena itulah dibutuhkan kolaborasi bersama pihak pemerintah, perusahaan, NGO, masyarakat, hingga universitas harus ikut serta dalam penyelesaian tantangan ini. Seorang pemimpin harus ikut memetakan masalah dan mencari solusi dalam menjawab tantangan.
Apa yang bisa saya lakukan ketika menjadi seorang pemimpin?
Menjadi seorang pemimpin dan membenahi apa yang ada bisa menjadi tugas yang sangat berat dan besar. Sudah menjadi kewajiban untuk membaca peta situasi dunia perikanan di Indonesia saat ini. Ada beberapa hal yang ingin saya lakukan ketika menjadi seorang pemimpin, yaitu :
- Melakukan digitalisasi pada rantai perikanan di Indonesia. Program Nelayan Go-Online harus dilakukan. Agar para pahlawan pangan bangsa dapat terhubung dengan dunia digital saat ini. Hal ini memudahkan pelacakan data yang dibutuhkan untuk membangun big data Indonesia dan melakukan sertifikasi ke depannya.
- Meniadakan aktivitas perikanan yang Illegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF). Dimana strategi dan sistem pengawasan di lautan perlu ditingkatkan. Penggunaan teknologi secara optimal bisa beri manfaat signifikan dan efisien. Secara tegas mengantisipasi modus IUU Fishing yang terlihat agar tidak merugikan negara. Berbagai instrumen internasional yang sudah ada perlu diadaptasi dengan roadmap dan langkah jelas.
- Memperbaiki taraf kehidupan nelayan kecil dengan cara membangun inisiatif untuk mendapatkan produk perikanan dengan nilai jual yang lebih tinggi. Misalnya dengan membangun koperasi nelayan untuk mendapatkan sertifikasi perikanan dunia. Bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang telah berkecimpung dengan program sertfikasi perikanan dunia.
- Benahi kemampuan pengembangan usaha (entrepreneur) perikanan tingkat masyarakat, milennial dan daerah. Saya akan membantu para entrepreneur dalam dunia kelautan dan perikanan untuk maju dengan menyuntikkan dana modal awal dengan bunga rendah. Dimana diharapkan produk yang ditawarkan bisa go-internasional.
- Membuat instrument kebijakan perikanan yang tepat sasaran, misalnya melarang eksport benih lobster ke luar negeri, melarang kapal asing untuk beroperasi di kawasan perairan Indonesia, membuat kawasan konservasi, pelarangan menangkap ikan yang sudah hampir punah, dan lain sebagainya.
- membangun lembaga riset yang mumpuni dan terarah untuk membangun pusat data kelautan Indonesia. Mengadakan riset-riset tentang kelautan dan perikanan lalu membagikan informasinya kepada masyarakat umum.
Peran Generasi Muda
Lalu sebelum jadi seorang pemimpin, peran generasi muda seperti saya ini bisa dilakukan dengan cara-cara mudah.
- Membuang sampah di tempatnya. Karena seperti yang kita ketahui aliran sampah yang berada di sungai akan mengalir ke laut. Saat ini sampah di lautan sudah masuk dalam kategori mengkhawatirkan, sehingga peran generasi muda untuk tidak membuang sampah ke laut bisa jadi salah satu hal yang diperhitungkan.
- tidak membeli produk kecantikan atau daily product yang mengandung microbeads. Hal ini dikarenakan microbeads memiliki senyawa yang tidak bisa larut di dalam air. lalu microbeads ini akan tetap berada di lautan dan menjadi santapan ikan atau hewan-hewan di laut.
- tidak menggunakan plastik sekali pakai. Karena plastik seringkali dimakan oleh hewan-hewan pemakan ubur-ubur karena dianggap seperti ubur-ubur. Jadi tak heran jika beberapa kali ditemukan penyu mati karena seringkali memakan sampah yang sering dikira ubur-ubur.
- tidak memakan biota laut yang dilindungi, seperti hiu martil, paus, lumba-lumba, pari manta, kima, dan lain sebagainya.
- Ikut mempromosikan kegiatan sertifikasi perikanan yang ramah lingkungan dan terbukti tidak mendukung penangkapan yang ilegal, tidak teregulasi, dan tidak terlaporkan.
- ikut melakukan kampanye pembersihan pantai dan mempromosikan kegiatan kepada masyarakat umum secara luas melalui media sosial ataupun kampanye secara langsung.
- makan ikan! 🙂
Penutup
Semoga hal-hal yang diatas bisa dilakukan agar bisa merawat laut Indonesia kita. Karena masa depan lautan ada di tangan kita. Hal-hal kecil yang bisa bermanfaat di saat ini untuk mendukung perikanan berkelanjutan di masa mendatang.
ditulis di Makassar
21:32 WITA 30 November 2020
tulisan ini diikutsertakan dalam lomba I Love Indonesia Blog Competition yang diselenggarakan atas kerjasama Blogger Perempuan Network dan Golongan Hutan.
One Response