Indonesia sebagai negara tropis memiliki ribuan jenis tanaman yang dapat dimakan. Namun karena tuntutan pemerintah pada masa orde baru, beras menjadi primadona makanan pokok bagi warga negara Indonesia. Padahal sebelum masa itu, makanan pokok orang Indonesia sangat beragam. Misalnya saja makanan pokok di daerah Gunung Kidul kebanyakan adalah ketela atau tiwul, lalu ubi jalar di Papua, sagu di Ambon, talas di Bogor, dan masih banyak jenis makanan lain.

Namun karena pada saat itu beras dijadikan simbol kemakmuran dan keberhasilan secara ekonomi, hingga makanan lain dianggap tidak makmur. Dan hasilnya terlihat saat ini, orang yang mengonsumsi makanan pokok tersebut sudah semakin sedikit karena banyak yang tak terbiasa. Tak ayal muncul istilah “belum kenyang kalau belum makan nasi” dan makanan lain dianggap sebelah mata.

Padahal diversifikasi pangan bisa menjadi salah satu jawaban untuk mengurangi krisis pangan di dunia. Salah satu potensi besar yang dimiliki Indonesia adalah tanaman sagu. Tanaman yang banyak tumbuh di timur Indonesia yang mulai kehilangan pamornya memiliki banyak manfaat dan fungsi dalam menjaga kedaulatan pangan.

Apa saja potensi sagu dalam menghadapi krisis pangan di masa depan?

Kedaulatan Pangan di Masa Pandemi

Sebuah laporan dari Amos Sumbung di kampung Manggroholo dan Sira di distrik Safi, Sorong Selatan menjadi salah satu bukti pentingnya kedaulatan pangan. Di masa pandemi, roda perekonomian bergerak turun hingga berujung resesi. Tak ayal masyarakat mulai khawatir dengan ketersediaan bahan makanan. Kebutuhan pangan pun menjadi hal yang mutlak dan mendesak. Hal ini berujung pada naiknya harga bahan pangan krusial seperti beras.

Di Papua, harga beras mencapai Rp. 20.000 per kilogram. Keadaan yang tak menentu membuat banyak masyarakat yang mulai menimbun beras untuk pasokan keluarganya. Apalagi warga pelosok yang memiliki keterbatasan akses, sehingga mengambil beras dalam jumlah besar. Tak ayal kenaikan harga semakin tinggi.

Apalagi Indonesia juga masih ‘ketergantungan’ beras dari luar Indonesia. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia rutin mengimpor beras dari berbagai negara tiap tahunnya. Pada tahun 2021, pemerintah mencanangkan untuk mengimpor 1 juta ton beras. Hal ini membuat harga beras menjadi tak pasti.

Namun di kampung Manggroholo dan Sira di distrik Safi seakan tak terusik dengan keadaan tersebut. Kenapa? Karena para penduduk tidak gandrung mengonsumsi beras. Mereka memilih untuk menjadikan sagu sebagai makanan pokok. Pohon yang suka dengan tanah berair ini banyak tumbuh di sekitar rumah. Tinggal tebang pilih pohon yang sudah tua dan langsung diolah jadi papeda.

Untuk lauk tinggal mengambil dari halaman atau hutan. Sedangkan untuk protein mengambil dari hasil laut. Semua tersedia di dekat rumah. Jadi kondisi masalah pangan tak terlalu merisaukan mereka. Ini yang bisa disebut dengan kondisi berdaulat atas pangan.

Tapi bagaimana sebenarnya kondisi kedaulatan pangan di Indonesia?

Kondisi Nyata Kedaulatan Pangan di Indonesia

Merujuk pada Undang-Undang Pangan nomor 18/2012, Indonesia telah memiliki Gerakan untuk Kedaulatan Pangan. Dimana UU ini diadvokasi oleh organisasi petani kecil di Indonesia melalui lobi politik sejak 2007. Pada tahun 2015-2019, kedaulatan pangan harus dicapai dengan meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan.

Namun ternyata setelah ada pembuatan RUU Cipta Kerja, malah membuat kemungkinan tidak tercapainya kedaulatan pangan. Merujuk pada berita Kompas.com (25/09/2020), perubahan ketentuan UU Pangan malah berpotensi untuk membuka kran impor pangan seluas-luasnya. Pelaku usaha bisa bebas kapan saja melakukan impor sehingga mengancam kedaulatan pangan.

Ditambah lagi dengan ‘dosa masa lalu’ pemerintah yang menggalakkan program konsumsi nasi, sehingga kebutuhan beras untuk mencukupi 271.349.889 jiwa penduduk Indonesia. Hal ini pun mendorong pemerintah mengalihfungsikan hutan sagu menjadi sawah.

Hal ini juga diperparah dengan stigma buruk orang Indonesia terhadap sagu. Karena gencarnya ajakan untuk memakan nasi, konsumsi makanan pokok selain nasi dianggap buruk. Makanan dengan bahan dasar sagu masih menjadi anak tiri untuk pilihan makanan orang Indonesia kebanyakan.

Karena itu banyak seruan agar mulai kembali untuk mengonsumsi makanan tradisional dan menghilangkan stereotype mengenai makanan selain beras.

Sagu, Jadi Solusi Krisis Pangan

Di Indonesia, sebagian besar penduduknya mengandalkan beras sebagai makanan pokok utama; Namun, produksi beras tergantung pada kondisi iklim yang sesuai, termasuk curah hujan, suhu dan air. Sedangkan sagu yang tidak dianggap sebagai makanan pokok utama, tidak dipengaruhi secara signifikan oleh iklim. Ini menjadi salah satu alasan kenapa sagu bisa jadi solusi krisis pangan di masa depan.

Perubahan iklim, pandemi yang masih berlangsung, dan juga kondisi sosial ekonomi membuat kita harus beradaptasi. Seruan untuk mengganti makanan pokok beras menjadi pangan lokal semakin gencar disuarakan. Manusia diminta untuk melakukan diversifikasi pangan sebagai kunci ketahanan pangan.

Sagu memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kaya akan gizi. Karena itu sagu bisa menjadi jawaban dari ancaman krisis pangan dan menuju kedaulatan pangan Indonesia. Prof Bintoro dalam Webinar Tanaman Sagu di Lahan Gambut (disini) menjelaskan ada beberapa jenis produk yang bisa membuat produk turunan skala rumah tangga. Mulai dari beras analog, cookies, krupuk, sohun, hunkwe, mie, aneka makanan, bahkan juga bisa menjadi biofoam dari sagu. Tak hanya itu, sagu juga mulai diteliti dan dikembangkan untuk menjadi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) atau weaning food (Bintoro, 2021).

capture dari Webinar Tanaman Sagu di Lahan Gambut (BRG, 2021)

“Saat ini sudah ada lontong dari sagu sebagai teman santap sate. Jadi sebenarnya sagu bisa dimakan dan tinggal usaha kita bersama untuk memperkenalkan lebih jauh. Saat ini sagu berupa Bagea, sagu lempeng, bahkan sudah ada kapurung instan atau kapurung instan. Bahkan sudah ada kemasan gula tepung sagu, ” ujarnya di dalam sesi webinar.

Ia juga menyarankan agar pemerintah memberikan bantuan untuk memperbesar skala usaha. Jika kita bisa memperbesar skala usaha, bukan tak mungkin kita bisa men-stop impor beras. Karena saat ini kita sudah berhasil membuat beras analog dan juga gula dari tanaman ini.

potensi produk turunan sagu

Potensi Sagu yang Belum Dilirik

Menilik data Data Flach pada tahun 2007 menyebutkan bahwa luas areal pohon sagu (Metroxylon spp) di Indonesia dapat mencapai 1.250.000 hektar atau 51,3% dari luas hutan sagu dunia. Karena itu, jika berhasil dikembangkan dengan baik, sagu bisa menjadi solusi kedaulatan pangan bagi Indonesia, bahkan dunia (KEHATI Foundation).

Prof Bintoro menjelaskan jika 1 hektar bisa menghasilkan 20-40 ton sagu yang bisa dimakan. “Namun saat ini kebanyakan pohon sagu tidak dipanen karena tingkat konsumsinya masih rendah. Padahal jika 1 juta hektar dipanen, orang Indonesia cukup dapat nutrisi dari sagu. Jika mau makan sagu, saya rasa bisa menolong manusia dari bencana kelaparan,” katanya mantap di dalam webinar.

Melihat Infografis yang disajikan oleh Indonesiabaik.id kita dapat melihat betapa banyak nutrisi sagu serta potensi sagu yang masih dilihat sebelah mata.

Menjaga Hutan Sagu, Menjaga Dunia

Perubahan hutan sagu menjadi sawah banyak terjadi di daerah timur Indonesia. Hal ini dikarenakan terjadi pergeseran konsumsi dari sagu menjadi beras. Tak ayal, perubahan lahan pun dilakukan agar mendukung kebutuhan beras di daerah timur Indonesia.

Berdasarkan penelitian Karmila Ibrahim dan Hartono Gunawan (2015), perubahan lahan hutan sagu menjadi sawah malah membawa dampak buruk bagi petani di Maluku. Realita yang terjadi adalah petani sering mengalami gagal panen. Selain itu produksi padi baik dari segi kualitas maupun kuantitas dibawah rata-rata produksi. Hal ini membuat petani beralih mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Padahal konversi lahan sagu ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan sagu, dimana berpengaruh secara langsung terhadap pendapatan petani.

Para penduduk yang menjadikan tepung sagu sebagai makanan pokok alternatif jadi kehilangan pendapatan sampingan. Tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan dasar kue, daun dan gabah kayu dapat dijual.

Tak hanya itu, tanaman sagu bisa memberikan kontribusi secara ekonomi terhadap masyarakat sekitar dengan menjaga kondisi air. Akar sagu memiliki fungsi hidrologis untuk mengatur penataan sumber air di dalam tanah. Selain itu, akar tanaman sagu dapat berfungsi sebagai buffer (penyanggah) banjir dan mencegah rembesan atau intrusi air laut ke darat.

Karena itu, perubahan lahan sagu tak seharusnya terjadi. Dibutuhkan konsumsi sagu yang tinggi agar sagu bisa dilihat bermanfaat secara ekonomis. Karena jika permintaan tinggi, maka petani akan bisa mendapatkan manfaat dari sana.

Mulai dengan Konsumsi Sagu di rumah

Bagi individu seperti kita, ada baiknya mulai dengan mengonsumsi makanan lain selain beras sebagai bahan pokok. Indonesia dianugerahi tanah yang subur. Pilihan makanan yang disediakan Allah SWT begitu banyaknya. Tinggal kita memilih untuk makan yang telah disediakan oleh Allah SWT.

Jika kita mulai mengonsumsi makanan selain beras, seharusnya Indonesia tidak harus impor pangan jika kita mau makan sagu. Yuk, mulai mengonsumsi makanan lain selain beras. Berdayakan produk UMKM agar mereka tetap bisa melanjutkan skema berkelanjutan di daerah.

Semoga kita benar-benar menuju kedaulatan pangan. Aaamin ya rabbal alamin!

#IndonesiaBikinBangga #UntukmuBumiku

ditulis di Tajurhalang,

2:50 AM Rabu, 18 Agustus 2021

sambil dengar lagu It’s You – Sezairi

sumber referensi tulisan:

Kenapa nasi jadi makanan pokok kita – https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/kenapa-nasi-jadi-makanan-pokok-kita-5058/

Menyemai ketahanan pangan lewat sagu – https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/5596/menyemai-ketahanan-pangan-lewat-sagu/

Infografis – http://indonesiabaik.id/infografis/sagu-sebagai-alternatif-pangan-lokal-yang-kaya-gizi

HKTI beras impor hanya merusak harga beras petani lokal – https://surabaya.kompas.com/read/2021/03/19/180324678/hkti-beras-impor-hanya-merusak-harga-beras-petani-lokal?page=all

Menegakkan kedaulatan pangan – https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/25/092425465/menegakkan-kedaulatan-pangan?page=all

Webinar Tanaman Sagu di Lahan Gambut – https://kms-troper.brg.go.id/2020/08/30/tanaman-sagu-di-lahan-gambut-potensi-dan-tantangan-pengembangan-bersama-prof-dr-ir-h-m-h-bintoro/

Artikel Ilmiah : Dampak kebijakan konversi lahan sagu sebagai upaya mendukung Program Pengembangan Padi Sawah di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara oleh Karmila Ibrahim dan Hartono Gunawan

Sagu, Solusi Krisis Pangan di Masa Depan  

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.