Belajar memaafkan adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia. Karena secara naluri, kita memiliki ingatan panjang tentang sebuah luka. Karena itu dalam Islam, memaafkan menjadi hal yang baik untuk dilakukan. Tapi apakah memaafkan memang semudah itu?

“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang (QS An-Nuur:22)”

Mengajarkan konsep meminta maaf sama anak usia 16 bulan lumayan jadi PR buat kami berdua. Tapi kami  berusaha agar ia bisa memaafkan dan meminta maaf. 🙂

Belajar Minta Maaf

Suatu hari Ayyash membuat saya kesal. Ia menggigit puting bahkan menariknya. Karena kebetulan di hari itu, kami sedang berlatih minum susu menggunakan dot. Entah apa yang ada di pikirannya, ia menarik puting dengan gigi runcingnya. Seakan itu adalah dot susu yang ia gunakan tadi siang.

Sontak saya kaget dan berteriak. Ayyash juga kaget dengan ekspresi saya. Kami berdua saling tatap lama, lalu saya menyuruhnya untuk meminta maaf dengan cara mencium tangan saya. Namun ia tidak mau melakukannya. Bahkan ia memukul muka saya dengan tangannya. Saya kaget dan meminta bantuan Arif.

Arif sampai ikut turun tangan dan memintanya untuk meminta maaf sama saya.

“Ayyash, yang kamu lakukan itu sakit buat Amma, jangan diulang lagi ya. Kasian Amma kalau Ayyash gigit nenennya. Sakit. Ayyash kalau kejedot kan sakit. Amma juga begitu, kalau nenennya digigit juga sakit, ” kata Arif berusaha menjelaskan.

Di kali kedua Arif mengatakan hal tersebut, tiba-tiba Ayyash menangis keras. Kami mencoba menjelaskan bahwa yang ia lakukan dapat melukai orang lain. Tak baik jika memukul dan menggigit. Tangisnya semakin keras, hingga saya sempat luluh untuk memberinya ASI dan menenangkannya. Tapi Arif berkeras bahwa Ayyash harus minta maaf terlebih dahulu baru bisa melanjutkan proses nenen.

Proses menjelaskan mengenal konsep minta maaf cukup lama. Ayyash berkeras bahwa dia tidak salah dengan cara menangis. Arif berkeras bahwa Ayyash harus minta maaf. Saya hanya diam dan melihat reaksi Ayyash. Biar jadi penengah rencananya. Heheh.

Ada satu kata kunci yang dilontarkan oleh Arif saat itu. SAKIT. Ia menjelaskan konsep sakit kepada Ayyash. Karena Ayyash pernah merasakan kata SAKIT, ia pun mulai mereda. Ayyash pun mulai mengalah dan mencium tangan saya. Ia pun juga membelai rambut saya tanda ia sayang. Lalu proses nenen pun berlanjut lagi hingga ia pun tertidur pulas.

Kapan waktu yang tepat mengajarkan anak meminta maaf

Lalu, saya pun penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Arif tadi. Apakah ini hal yang tepat untuk meminta anak untuk meminta maaf. Kapan sih waktu yang tepat untuk mengajarkan anak mengucapkan kata maaf?

Menurut dari beberapa sumber yang saya baca, cara yang Arif lakukan sebenarnya sudah tepat. Jangan langsung menyuruhnya untuk meminta maaf seperti yang saya lakukan. Tapi jelaskan dulu kenapa ia harus meminta maaf. Ajak anak berdiskusi tentang apa yang telah ia lakukan.

Ajak anak paham apa yang ia lakukan bisa menyebabkan sesuatu pada orang lain. Dengan begitu, ia akan mulai memproses rasa yang pernah ia rasakan. Arif mengajak Ayyash mengingat rasa sakit ketika kejedot. Ia pun mengatakan bahwa digigit itu juga sakit rasanya.

Arif juga menjelaskan bahwa kelakuannya itu menyebabkan seseorang terluka atau terluka perasaannya. Kebetulan, Ayyash sudah mengerti konsep kata SAKIT. Jika ia terbentur atau jatuh, ia akan mengatakan “Takit”. Karena ia  sudah mengenal kata tersebut, Arif pun mengulang kata-kata itu agar Ayyash semakin paham.

Menumbuhkan Empati

Meminta maaf harus diajarkan sejak dini agar ia bisa merasakan empati. Saya gak anti jika Ayyash harus menangis. Saya ajak dia untuk embrace perasaannya. Kalau memang dia sedih karena harus meminta maaf yaa nangis saja. Gak ada kata-kata yang saya keluarkan seperti “Laki-laki gak boleh nangis atau laki-laki gak boleh cengeng,”.

Saya berusaha agar Ayyash bisa mengenal perasaan dalam dirinya. Kalau memang dia mau menangis saat meminta maaf, ya silakan. Karena itu lumayan lama kami mendiamkan Ayyash agar bisa berkontemplasi dengan kesalahannya. Walaupun saya sempat kasihan juga sih. haha.

Saya juga ikut belajar berproses

Selama mengajarkan Ayyash konsep memaafkan dan meminta maaf, saya pun ikut belajar. Karena jujur, membesarkan anak ini lumayan menguras perasaan dan emosi. Salah satunya ketika ia rewel dan saya sedang dikejar deadline.

Ia tiba-tiba menarik salah satu tuts keyboard laptop saya dengan keras sehingga tutsnya rusak. Ya Allah. Amarah langsung naik ke ubun-ubun. Tanpa sadar, saya langsung marahi Ayyash yang ada di pangkuan saya. Kesel banget saat itu. Tapi melihat dia langsung menangis dan ketakutan, saya pun jadi sedih.

Setelahnya saya segera memeluknya dan meminta maaf. Kami pun lumayan lama nangis sambil pelukan. Haha. Saya pun minta maaf dan menjulurkan tangan. Ayyash pun sigap untuk mencium tangan dan pipi saya. Masya Allah.

 

Penutup

Kami berdua belajar banyak sih dari anak kecil ini. Ternyata menjadi orang tua diperlukan banyak tenaga dan penuh dedikasi. Terima kasih Ayyash sudah belajar bersama kami.

Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas maka Allah memberinya maaf pada hari kesulitan. (HR Ath- Thabrani)”

 

ditulis di Tajurhalang,

11:40 WIB Minggu, 7 Februari 2021

sambil mendengar bunyi laptop krauk-krauk.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Get Curated Post Updates!

Sign up for my newsletter to see new photos, tips, and blog posts.

Subscribe to My Newsletter

Subscribe to my weekly newsletter. I don’t send any spam email ever!