Mata saya tertahan pada judul Kompas hari ini, Minggu (8 April 2012). Apa pasal? Dua buah kalimat itu langsung membuat saya tersenyum kecut dan mengingat bunda saya.
“Kelas Menengah Mengejar Kereta”, itulah judul yang membuat saya langsung miris dan rasanya ingin bertemu dengan bunda. Memeluk dan bilang bahwa saya mencintainya..
Seorang ibu yang memiliki enam anak dan kesemuanya bersekolah di jenjang yang berbeda. Beliau yang mencari nafkah sendirian dan membiayai hidup anak-anaknya. Saya adalah salah satu anak yang “meminta” padanya.
Kembali ke topik, berita headline Kompas ini menceritakan tentang kelompok pekerja kelas menengah yang sekarang beralih menjadi pengguna kereta. Awalnya mereka menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju kantornya. Namun pertambahan volume kendaraan di Jakarta plus keadaan seperti banjir membuat mereka memilih kereta sebagai moda transportasi utama.
Karena itu jangan heran jika di stasiun kita menemukan banyak motor dan mobil “berserakan” di sekitar stasiun. Mereka naik motor atau mobil lalu melanjutkan perjalanan dengan commuter line. Sesak memang, tapi jarak tempuh ke kantor akan lebih cepat.
Bunda saya adalah salah satu pengguna kereta api yang sangat setia. Mulai dari tahun 1997, ketika kami pindah rumah dari Jatinegara, Jakarta Timur ke Bojonggede, Bogor, beliau sudah naik kereta api. Bayangkan jika ia harus naik transportasi umum seperti angkot dan bis menuju kantornya di bilangan Jakarta Pusat. Bisa-bisa ia tak jadi ke kantor.
Awal ia naik kereta, saat itu harga karcis masih dibawah Rp. 1.000. Saat ini karcis kereta sudah menembus angka Rp. 3.000. tapi berbeda lagi dengan Commuter line yang kondisi fisik keretanya masih bagus, PT KAI mematok harga Rp 7.000.
Di umur beliau yang sudah memasuki 48 tahun, ia masih berdesak-desakan di antara para pencari nafkah. Orang-orang yang juga mengejar rupiah di padatnya kota Jakarta. Keringat yang menetes tak membuat ia cepat menyerah. Kadang-kadang beliau beruntung mendapatkan kursi pemberian dari orang yang iba padanya. Mungkin melihat bunda saya sudah kepayahan.
Kondisi kereta saat ini, sudah sangat terlalu penuh. Bayangkan saja, orang berdesak-desakan memaksa masuk ke dalam kereta. Jika sudah penuh, tak ayal mereka akan memanjat atap kereta. Namun, saat ini sudah ada peraturan yang melarang untuk naik ke atas kereta. Banyak korban berjatuhan akibat tersengat listrik.
Melihat kondisi perkeretaapian saat ini saya merasa sedih. Kapan ya Mass Rapid Transportation (MRT) seperti subway bisa beroperasi di Indonesia? Hingga kemacetan dan desak-desakkan di dalam kereta bisa diminimalisir. Sehingga para pekerja, bisa menghirup nafas lega dan tidak harus khawatir dengan perjalanan pulang ke rumah.
Saya sampai terharu ketika membaca sebuah akronim yang dituliskan oleh Kompas. Para kelas menengah yang naik kereta bisa dikategorikan sebagai orang 13 P yaitu “Pergi pagi pulang petang pantat panas pinggang pegal pala pusing pendapatan pas-pasan”…
Tulisan ini didedikasikan buat Bunda Rabea Pangerti Jekti yang sudah sangat baik menjadi seorang ibu buat saya dan adik-adik…
I Love You, Bunda….
I’m PROUD of you….