Desa yang saya tempati selama 2 tahun terakhir namanya Bennekom. Tak jauh dari kampus Wageningen. Setelah Maret 2018, saya pindah ke desa ini, sekaligus membawa kenangan dari Asserpark.
Table of Contents
Cerita Tentang Kepindahan
Ketika saya berangkat ke Belanda, seorang teman bernama Ridwan berbaik hati untuk menyewakan tempat tinggalnya. Awalnya saya tinggal di Gedung Asserpark koridor 10 C nomor 006. Ridwan, berbaik hati untuk meminjamkan (subrent) kamarnya selama 6 bulan. Kamar yang memiliki luas 12 m ini hanya boleh dihuni oleh satu orang. Saya deg-degan ketika Arif tiba di Wageningen bulan Oktober.
Kelangkaan kamar di Wageningen itu sangat parah untuk pasangan. Susah sekali untuk dapat kamar berdua. Pada saat itu, saya sering mendengar soal inspeksi yang dilakukan oleh pihak Gementee Wageningen (kelurahan). Kalau ketahuan, bisa dideportasi oleh pemerintahan. Mengerikan. Eh tapi, sekedar info, di tahun 2020 ini, pihak Idealis mengizinkan mahasiswa untuk tinggal berdua di apartemen karena kelangkaan kamar di Wageningen.
Gimana gak langka, wong jumlah mahasiswa lebih banyak daripada jumlah tempat tinggal. Untuk mahasiswa Belanda sangat sulit bagi mereka mendapatkan kamar. Karena mahasiswa asing yang mendapatkan list prioritas untuk dapat kamar di Wageningen. Teman saya saja sampai harus commute setiap hari dari Amsterdam ke Wageningen. Lumayan banget dua jam perjalanan. Karena itu banyak demo mahasiswa yang meminta pihak kampus untuk memikirkan masalah tempat tinggal.
Pencarian Dimulai
Memasuki bulan Januari kami belum menemukan titik cerah. Pencarian kamar double room berburu waktu, karena pihak Idealis dan Gementee Wageningen sudah mengingatkan kami berdua untuk segera mencari kamar double room. Denger-denger pernah ada mahasiswa Indonesia yang dapat ‘surat cinta’ dari pihak Gementee karena belum mendapatkan kamar double room untuk pasangannya.
Pencarian kamar sebenarnya sudah kami lakukan sejak bulan November sebulan setelah Arif tiba di Belanda. Tapi memang susah sekali mendapatkan kamar combi kalau sudah di Belanda. Lain cerita jika saya masih mendapatkan Distance Priority di website Idealis.
Kami mencoba berbagai macam website pencarian rumah mulai dari yang gratis hingga berbayar. Saya sempat merogoh kocek 20 euro untuk mendaftar di pencarian rumah. Tapi hasilnya tetap nihil. Saking susahnya dapatkan informasi kamar combi. Patah hati banget lah di masa-masa itu. Mana pas kuliah lagi susah-susahnya lagi. Ak gak lulus satu mata kuliah. Hiks.
Bennekom, Tempat Kami Berlabuh
Hingga akhirnya dapat kabar dari mas Yitno (MAM 2016) bahwa salah satu anak Indonesia yang tinggal di kamar double room akan keluar bulan Februari. Saya yang sudah putus asa mencari kamar, mulai mencoba menelpon land lord di Bennekom dengan harapan kami bisa mendapatkan kamar. Tapi tetap saja nihil. Menurut land lord masih ada seseorang yang ingin mengambil kamar tersebut dan mendaftar sebelum saya.
Jadi kami masih fifty-fifty untuk pindah ke Bennekom. Kami tetap mencari informasi mengenai kamar di mana-mana karena kami tidak mau terlalu berharap. Hingga akhirnya di akhir bulan Februari, kami mendapatkan telpon dari pihak land lord bahwa kamar tersebut jadi milik kami. Alhamdulillah. Saat itu kami sedang makan kebab di Den Haag, kami menangis. Alhamdulillah.. Bulan Maret tanggal 10, kami resmi menempati kamar tersebut.
Ketika menandatangani kontrak, saya bergetar. Karena begitu susahnya kami bisa mendapatkan kamar ini. Alhamdulillahnya lagi, mahasiswa Indonesia yang sebelumnya menempati kamar kami menjual seluruh barang-barangnya. Mulai dari sofa, kulkas, kompor, meja, lampu dan lain sebagainya. Sehingga kami tak perlu repot-repot untuk mencari barang-barang lagi. Alhamdulillah. Thank you Acha!
Kami mendapatkan kamar nomor A15 di lantai 0. Kamar paling pojok dekat dengan tempat penyimpanan sepeda. Jadi kalau pas pulang, saya tinggal mengetuk jendela kamar dan Arif akan membuka pintu samping. Hahah. Soalnya kalau mau lewat pintu utama agak jauh. Kan saya males jalan kaki terlalu lama. 😛
Musim Berganti di Bennekom
Ketika kami pindahan ke Bennekom, saat itu sedang musim semi. Bunga-bunga bermekaran di pinggir jalan menuju Bennekom. Pindahan ke Bennekom dibantu oleh Daniel, Fifi, Yovita, Johannes. Barang-barang dibawa menggunakan bakfiets milik mas Sahri. Kami mencicil barang-barang pindahan dari Asserpark dan dibawa ke Bennekom.
Hingga akhirnya pindahan pun selesai dan kami mulai menikmati keseruan tinggal di Bennekom. Desa yang lebih banyak dihuni oleh orang-orang tua. Sebuah keputusan yang menyenangkan untuk pindah ke Bennekom. Kami tinggal berdua serasa kayak pengantin baru. Haha.
Tetangga dengan Segala Keseruannya
Hal yang paling saya sukai di Bennekom ini adalah tetangganya. Haha. Karena orang-orang Indonesia disini agak sedikit dibandingkan dengan apartemen lain di Wageningen, kami jadi sangat dekat satu sama lain. Ketika pertama kali pindah, saya masih bertemu dengan anak-anak Wageningen tahun 2016.
Awal-awal saya paling sering main ke tempatnya Mas Yitno dan Mbak Astin. Karena Mbak Astin jualan makanan, jadi kami sering dipanggil ke kamar mereka untuk mencicipi masakannya. Rejeki banget lah deket sama orang Indonesia yang jualan makanan. Haha. Terus kemudian ada Sastrin, Dewi, Ibnu dan istrinya. Kemudian masuklah Oka dan Kiko di kamar yang persis di atas kamar kami.
Setiap malam, kami biasa makan malam bersama. Entah itu di kamar mas Yitno atau di kamar kami. Pokoknya ada saja acara kumpul-kumpul untuk main kartu ataupun makan bersama. Kami juga pernah nonton bareng. Lama kelamaan, Beringhem semakin ramai namun juga ada yang pergi. Ada Yulia dan Dodi, suaminya, Lucky dengan Taqi, Dessy dengan Hendi, Mbak Christin dengan mas Jonathan. Terima kasih atas semua keseruannya.
Kenangan di Bennekom
Bennekom punya tempat tersendiri di hati kami berdua. Kamar A15 yang sering jadi tempat kumpul merupakan sebuah keberkahan. Asik banget bisa tinggal disana. Saya juga sudah beberapa kali jadi host Airbnb, haha. Lumayan dapat uang tambahan ketika kami sedang pergi ke daerah lain. Karena seperti yang sudah saya ceritakan, tempat tinggal di Wageningen itu susah banget. Jadi kalau ada yang menyewakan tempat, pasti langsung ada yang mau.
Disana saya juga pernah berkebun kecil-kecilan. Ada tanaman tomat, cabai, bawang, dan tanaman-tanaman bunga. Saya menanamnya sejak bulan Februari ketika memasuki musim semi, dan panen saat musim panas. Tapi tanaman kemudian mati saat memasuki musim dingin. Karena matahari gak muncul berhari-hari. Sedih.. Kalau pun mau mempertahankan, biasanya tanaman butuh sinar UV dan itu butuh tenaga ekstra untuk bikin UV buatan.
ditulis di Tajurhalang
23:22 WIB , Kamis, 11 February 2021
sambil denger lagu Stevie Wonder
2 Responses
Seru banget kak desa di sana ya, jadi pengin hehe
Iya asik banget disana, tapi lumayan berat juga kuliahnya mas. hehe. ada plus minus nya lah. 🙂