Sampah sudah jadi masalah berat di berbagai belahan dunia. Lalu, Indonesia sebagai negara maritim memiliki kekayaan alam yang sangat tinggi. Ikan yang ada di dalam lautan menjadi salah satu berkah tersendiri, namun jika ikan selalu ditangkap lalu tak dijaga, bagaimana nasib perikanan ke depannya?

Sampah Laut

Saat ini Indonesia menjadi salah satu penghasil sampah laut terbesar di dunia. Dengan volume sampah sebesar 8 juta metrik ton yang berasal dari darat lalu mengalir ke laut, membuat Indonesia menduduki posisi kedua sebagai negara penghasil sampah. Ckckc.

Itu masih estimasi kasar sampah yang berasal dari laut. Belum ditambah dengan sampah yang berasal dari aktivitas laut. Seperti aktivitas perikanan, aktivitas transportasi laut, mining di laut (offshore mining), shipping atau pengangkutan kargo, dan lain sebagainya. Sampah jenis ini masih belum diketahui datanya karena minimnya pengetahuan soal ini.

Mari kita bahas mengenai sampah laut dari aktivitas di laut.

Sampah dari Aktivitas di Laut

Kebanyakan sampah yang menjadi permasalahan di media saat ini adalah sampah yang dibawa dari darat ke laut. Misalnya sampah cotton bud, sedotan plastik, puntung rokok, dan berbagai jenis sampah manusia lainnya. Namun pernahkah terpikir bagaimana dengan sampah yang berasal dari aktivitas di laut, misalnya aktivitas perikanan?

Merujuk pada jurnal dari Unger Harrison (2016) yang mengatakan bahwa aktivitas perikanan menjadi salah satu sumber sampah di laut. Benda-benda seperti jaring, mata pancing, styrofoam, jala, monofilamen (tali pancing), menjadi sampah yang membahayakan hewan-hewan di laut.

Kenapa?

Karena sampah jenis ini berpotensi untuk melukai hewan di alam liar. Pernah lihat video anjing laut yang terjerat jaring? Pernah lihat hiu yang mati terjerat jaring? Atau burung yang tersangkut tali pancing? Insiden seperti inilah yang ditakutkan akan terjadi, atau jamak disebut sebagai Ghost Fishing.

Ghost Fishing merupakan kejadian dimana jaring yang sudah tidak digunakan lagi, entah karena rusak, hanyut, ditabrak kapal lain, atau bahkan dibuang secara sengaja, menangkap hewan-hewan di alam liar. Istilah Ghost Fishing merujuk pada masih aktifnya jaring tersebut di laut lalu menangkap ikan padahal sudah tidak bisa digunakan lagi. Karena yaaa jaring itu berada di kedalaman lautan.

Bahaya Jaring Untuk Hewan Laut

engtanglement pada biota laut. sumber ; WWF

Selain menyebabkan Ghost Fishing, jaring yang sudah tidak digunakan lagi dan dibuang ke laut bisa menyebabkan berbagai hal misalnya :

  • menyebabkan sampah plastik mulai dari makro plastik hingga mikro plastik. Limbah jaring terbesar berhasil dikumpulkan di Gyre Pacific Ocean yang mengumpulkan puluhan ribu ton limbah jaring. Selain itu limbah jaring hancur menjadi partikel yang lebih kecil dan menyebabkan micro plastik. Penelitian di Makassar (Rochman et al., 2015) menemukan bahwa ada partikel monofilamen di dalam perut ikan konsumsi.
  • Jaring yang hanyut bisa membawa hewan yang bisa saja invasif di daerah baru. Misalnya saja kejadian di Dutch Carribean, dimana ikan lion fish jadi invasive di tempat tersebut setelah terbawa dari daerah lain.  Ikan lion fish pun banyak sekali disana dan mengurangi pendapatan masyarakat di sektor pariwisata (Cardenas et al., 2016)
  • merusak terumbu karang. Jika jaring yang hanyut menutupi permukaan terumbu karang, bisa dipastikan lama kelamaan karang tersebut akan patah dan mati. Hal ini mengurangi keindahan sebuah tempat wisata diving. Jadi bisa berdampak pada sektor pariwisata.
  • Dimakan oleh hewan laut. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa pecahan jaring yang terdegradasi bisa dimakan oleh ikan laut. Lalu ikan laut dimakan oleh manusia.
  • Hewan laut terjerat oleh jaring terjadi semakin sering. Tak jarang kita melihat video hewan-hewan yang terjerat oleh jaring yang sudah tidak digunakan lagi. Hal ini dikarenakan jaring sulit diurai dan hewan tak mampu untuk membuka jaring yang menjeratnya.

Apa yang terjadi dengan jaring?

Saya pernah melakukan penelitian kecil-kecilan untuk Program Kegiatan Mahasiswa di sebuah pulau. Saya bertanya kepada nelayan disana. Apa yang mereka lakukan dengan jaring bekas mereka. Kebanyakan dari mereka menjawab bahwa jaring dibuang begitu saja ke laut.

Hal ini dilakukan jika jaring yang mereka gunakan sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Jika jaring masih memiliki kemungkinan untuk diperbaiki, mereka akan berusaha untuk memperbaikinya. Daya tahan dan penggunaan jaring semakin kuat dan awet membuat jaring lebih sulit diurai di alam. Biasanya nelayan menggunakan jaring lebih dari 1-2 tahun. Setelah itu mereka akan mengganti jaring yang baru.

Namun masalahnya adalah, nelayan membuang jaring mereka seringkali di laut atau di pantai. Jika digunakan kembali pun hanya sebagai pagar, tempat menjemur dan pembersih kapal. Jika sudah tak digunakan, mereka membuang atau membakarnya. Hanya dua opsi yang bisa mereka lakukan.

Apa yang bisa dilakukan oleh Pemerintah?

Pemerintah Indonesia saat ini belum membuat sebuah port untuk menampung jaring bekas pakai nelayan. Di Korea Selatan, ada program insentif untuk nelayan jika mereka membuang sampah jaring bekas pakai ke tempat yang telah disediakan oleh pemerintah. Ketika nelayan datang membawa jaring bekas mereka atau membawa jaring bekas di laut, mereka akan mendapatkan biaya dari pemerintah.

Hal ini dilakukan karena pengangkatan jaring dari laut membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan harus membayar nelayan agar membuang jaring mereka di tempat yang telah di tentukan.

Di berbagai negara banyak cara yang dilakukan agar nelayan tidak membuang jaring ke laut. Di Indonesia salah satu inisiatif yang sudah diperkenalkan adalah melalui program Gear Marking atau penandaan jaring yang digunakan oleh nelayan skala kecil di daerah Sadeng, Jawa Tengah.

Program ini diperkenalkan oleh Indonesia menjadi salah satu program andalan di konferensi internasional. Namun masalah sebenarnya adalah tidak adanya tempat nelayan untuk membuang sampah jaring mereka. Walaupun seharusnya tempat pembuangan jaring diatur oleh pemerintah. Sesuai dengan MARPOL 73/78, namun pada kenyataannya masih belum ada regulasi yang mengikat secara ketat.

Program insentif yang dilakukan oleh Pemerintah Korea Selatan dalam menangani masalah sampah laut dianggap baik. Karena berhasil membuat nelayan untuk membuang sampah di tempat yang telah ditentukan daripada membuangnya ke laut begitu saja. Dana yang dibutuhkan oleh pemerintah masih lebih kecil jika dibandingkan melakukan ghost gear removal secara rutin setiap tahun.

Penutup

Karena itulah, sampah akibat perikanan tak bisa dianggap enteng. Beberapa publikasi di berbagai negara mengatakan bahwa alat tangkap merupakan sumber sampah macro plastic yang dapat ditemukan di lautan.

Semoga saja akan ada peraturan yang mengatur mengenai pembuangan sampah alat tangkap yang sudah tidak digunakan.

 

ditulis di Tajurhalang

23:40 WIB Senin 8 Februari 2021

ditulis setelah buat proposal penelitian dan proposal untuk dana hibah dari CSF. Wish me luck. 🙂

 

Referensi :

 

Sampah dari Aktivitas Perikanan Dibuang Kemana?

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Quis ipsum suspendisse vel facilisis.

One Response

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

    Trending posts

    No posts found

    Subscribe

    Lorem ipsum dolor amet, consecte- tur adipiscing elit, sed tempor.